Setelah selesai menceritakan semuanya, Arasya pun diperkenankan pergi. Gadis itu berjalan melewati pintu keluar dengan wajah memelas. Beberapa orang yang berpapasan dengan Arasya pasti akan merasa kagum sekaligus iba.
Di tengah perjalanan, Arasya melihat Habibi sedang berjalan santai dan keluar dari arah masjid kampus. Rambutnya meneteskan air dan wajahnya terlihat bercahaya. Calon ustadz itu selesai melaksanakan salat duhur.
"Ukhty!" sapa Habibi sambil melambaikan tangan.
Orang yang disapa segera mendongak. Tatapan sedih tidak bisa disembunyikan lagi. Ketika tahu kalau itu adalah Habibi, Arasya langsung berlari kencang, kemudian memeluknya dengan erat.
"Astagfirullah, ane masih punya wudhu!" rengek Habibi.
Arasya masih memeluknya dengan erat. Tubuh gadis ini mendadak gemetar karena tidak kuasa menahan sedih.
"Bib, gue pengen mati," gumamnya.
"Ya Allah, ente kenapa? Sini, cerita ke ane!" perintah Habibi tanpa melepas pelukan itu.
Habibi tidak membalas pelukan itu, tetapi dia terus diam dan membiarkan Arasya memeluk erat. Gadis yang biasanya terlihat kuat mendadak terisak.
Pasti ada hal buruk yang mengguncang mental Arasya. Gadis cantik ini tidak akan terisak tanpa sebab. Sayang, calon ustadz itu tidak tahu alasan sahabatnya bersedih.
"Bib, kesucian gue hampir direbut."
Calon ustadz ini berhenti berbicara dan matanya langsung melotot kaget. "Direbut siapa? Ane enggak mau merebut kesucian ente," jelasnya dengan wajah polos.
"Bukan lo, bahlul!" Arasya semakin merengek.
"Terus ente kenapa menangis? Udah ditiup pakai hidayah, ya?"
"Aish, jangan sembarangan lo!"
"Hehehe ... udah! Jangan menangis lagi! Nanti make up ente bisa luntur."
"Ah, lo ngeselin banget!"
"Kalau udah emosi, jangan lupa getok kepala ane, seperti hari-hari biasa."
"Haha ... Bib, tolong jangan o'on terus!"
"Duduk dulu supaya mudah menggetok kepala ane!"
"Gue enggak nafsu buat getok kepala lo. Makin ke sini, malah semakin botak."
"Hehe ... udah, duduk dulu!" perintahnya sambil menuntun pundak Arasya agar duduk di kursi.
Meskipun sudah di pinta berhenti, Arasya masih tetap melakukannya. Air mata terus menetes perlahan.
"Bib, kenapa dunia jahat banget, ya?" tanya Arasya dengan suara lirih.
"Kalau enggak jahat, bukan dunia namanya."
"Gue harus apa, Bib? Rasanya, gue mulai trauma sama laki-laki."
Secara perlahan, kepalanya mendongak dan memperlihatkan ekspresi memelas. "Berarti, ente akan menjauh dari sahabat masa kecilmu ini, Ukhty?" tanya Habibi.
"Gue trauma sama laki-laki, tapi gue gak akan pernah menjauh dari lo, Papi Levi, sama Alvarios."
Habibi sempat terdiam, selama beberapa detik. Wajah cerah-ceria tiba-tiba berubah menjadi terpuruk. Kedua alisnya menyatu dan sudah tidak mampu mengungkapkan perasaan takut.
"Separah apapun keadaan ente, jangan pernah berhenti semangat!" pinta Habibi.
"Bib, gue udah kehilangan semangat hidup."
"Jangan bicara seperti itu, Ukhty! Ente enggak pernah sendiri."
"Semua perjuangan gue sia-sia doang, Bib!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SKANDAL KAMPUS. (TAMAT)
Novela JuvenilSeorang primadona bar-bar bernama Arasya Levi Maheswari berada dalam ancaman besar setelah masuk ke dalam kampus elit, kampus yang penuh skandal. Masalah berlanjut ketika seorang dosen mencintainya dan memaksa untuk jadi istri kedua. Di lain sisi...