Setelah jam pulang tiba, Arasya pun segera pulang bersama dua temannya. Mereka mematikan mesin motor ketika sudah di depan rumah.
"Gue pulang, ya?" Arasya melepaskan helm, kemudian menyodorkannya pada Alvarios.
Alvarios malah menjawab, "Kita boleh main di sini dulu?"
Arasya berpikir sejenak. "Mau ngapain?" tanya sang primadona.
"Alvarios mau ngapel sama Papi Levi," celetuk Habibi sambil melepas helmnya sendiri.
Saat Habibi sibuk terkekeh, Alvarios malah merasa sedikit jengkel hingga memberi tatapan tajam.
"Hehe ... sorry, ane cuma berjanda," lanjut Habibi sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.
"Bercanda, bukan berjanda!" ujar Arasya dengan tatapan sinis.
"Habibi cuma bercanda," sela Alvarios.
"Iya, tahu." Arasya masih menatap Habibi dengan ekspresi sinis.
"Jangan terlalu serius. Kalo mau diseriusin, lo tinggal bilang ke gue," usul Alvarios.
Arasya dan Habibi kompak mendelik. Orang yang selalu kaku di segala suasana malah mengucapkan hal-hal manis pada Arasya.
Keduanya kompak tidak mempercayai ucapan sang ketua geng dan pura-pura tidak mendengarkan apapun.
"Ya udah, cepet masuk! Ntar motornya kalian parkir di depan rumah," pinta Arasya sambil berjalan memasuki gerbang.
Alvarios dan Habibi kompak mengangguk. Mereka segera menyalakan mesin motor lalu melaju, melewati gerbang. Keduanya mengikuti perintah Arasya untuk parkir di depan rumah.
Tok! Tok! Tok!
Calon ustadz itu sudah berdiri di depan rumah dengan senyum hangat. No! Bukan senyuman, tetapi cengengesan. Habibi memang sering cengengesan seperti itu.
"Asallamualaikum, ada orang di sini?" tanya Habibi sambil mengetuk pintu.
"Ini bukan rumah kosong, pasti ada orang," jelas Alvarios sambil melipat tangannya.
"Siapa tau lagi hiling-hiling," balas Habibi.
"Healing, bukan hiling-hiling," sela Alvarios.
Setelah cekcok tersebut, keduanya kompak masuk ke dalam rumah. Di luar, mereka memang terlihat sangat. Namun, di dalam ruangan ... keduanya kembali pada karakter super sopan.
Arasya segera pergi menuju kamar untuk berganti pakaian. Di dalam kamar, dirinya terlihat sangat buru-buru. Jangan sampai dua temannya menunggu terlalu lama.
"Kalo gue kelamaan ganti baju, nanti kodam mereka ke buru kabur ke alam baka," gumam Arasya sambil bercermin.
Arasya merias diri secantik mungkin dan tidak sadar bahwa dirinya sudah cantik sejak dulu. Setelah selesai ganti baju, dia pun keluar dari kamar, memakai baju tertutup dengan warna dominan hitam.
Alvarios menatap Arasya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Matanya tak berkedip dan cukup terpukau pada penampilan sang sahabat di malam ini. Habibi yang masih berdiri malah berusaha mengendus sesuatu.
"Hm, wangi apa ini?" gumam Habibi.
Alvarios pun nyeletuk, "Wangi Ibu dari anak-anak gue nanti."
"Hish, jangan ngigau!" Habibi pun segera menyenggol lengan Alvarios.
Alvarios malah semakin melantur. "Kalau gue ngomong serius, gimana?"
Habibi tidak menanggapi ucapan temannya ini. Dia segera melirik Arasya tanpa wajah bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKANDAL KAMPUS. (TAMAT)
Fiksi RemajaSeorang primadona bar-bar bernama Arasya Levi Maheswari berada dalam ancaman besar setelah masuk ke dalam kampus elit, kampus yang penuh skandal. Masalah berlanjut ketika seorang dosen mencintainya dan memaksa untuk jadi istri kedua. Di lain sisi...