10. Dipaksa berangkat.

246 8 39
                                    

Pada pukul 07.00, Arasya masih melakukan kegiatan sehari-hari, yaitu berdiri di pinggir jalan untuk menunggu dua temannya. Malang, Alvarios atau pun Habibi malah tidak bisa dihubungi.

Tut! Tut!

Begitulah jawaban yang didengar Arasya setelah mencoba menelpon mereka. Dia sudah menunggu cukup lama, tetapi dua temannya masih belum datang. Kalau terus menunggu, maka kulit Arasya bisa gosong perlahan.

"Mana dua dedemit itu? Ditunggu malah gak mau dateng. Aish!" gerutu Arasya dengan wajah jengkel.

Ketika masih menunggu tumpangan, mobil keluaran zaman dulu mendadak datang mendekat. Itu adalah mobil yang sudah tidak asing lagi di benaknya. Arasya pun menjadi sedikit was-was.

"Itu mobil Pak Roni! Mampus gue!" pekik Arasya dengan suara kecil.

Dia memutuskan untuk kembali menuju rumah. Namun, saat berbalik badan dan ingin masuk ke dalam rumah, Pak Roni malah memanggil nama Arasya.

"Tunggu! Jangan masuk dulu ke dalam rumah, Arasya!"

Setelah mendengarkan sapaan Pak Roni, Arasya langsung merinding. Tubuhnya sampai kaku dan sulit bergerak. Tidak ada yang bisa dilakukan, selain menatap balik dosen kampusnya.

"Haduh, kamu enggak budek 'kan, Sya? Saya panggil dari tadi, masa gak dengar?" lanjut Pak Roni sambil berjalan dengan tertatih-tatih.

"Kenapa, Pak?" tanya Arasya dengan nada lirih.

"Ayo, ikut sama saya!" ajak Pak Ron.

"Eh, ikut ke mana?" tanya Arasya dengan segenap ekspresi sok polos.

"Ke sekolah atuh! Saya enggak akan ajak murid sendiri buat ke hotel, kok!"

"Arasya lagi tunggu teman, Pak."

"Jangan membantah, Cantik! Saya udah enggak pake motor lagi, saya udah beli mobil bagus."

Wajah dosen ini terlihat sangat percaya diri, padahal dia hanya mengendarai kendaraan jadul. Bahkan, aroma minyak angin yang keluar mampu dicium dari jarak dua meter. Jangankan masuk ke dalam mobil, untuk mencium aromanya saja, Arasya tidak sudi.

"Mobilnya kelihatan tua, Pak. Katanya, mobil baru? Masa baru, sih? Jangan-jangan Bapak udah ditipu sama penjual," balas Arasya dengan segenap keberaniannya.

"Lho? Saya ini lebih jenius dibandingkan profesor, masa bisa kena tipu, sih?" ujar Bapak Roni, "kamu merendahkan saya?"

"Saya enggak merendahkan, Pak."

"Kan, tadi kamu ngomong tentang penipuan. Itu sama aja kamu ngomong kalo saya bodoh, gampang kena tipu."

Apakah melawan kepada yang lebih tua adalah dosa? Lantas, apakah orang tua yang memperlakukan anak muda dengan semena-mena adalah perbuatan terpuji?

Sudah jelas kalau ucapan Bapak Roni adalah tindakan kurang terpuji. Arasya bahkan tidak nyaman diajak bicara oleh dosennya sendiri.

Gadis cantik ini sudah memiliki firasat bahwa Pak Roni sedang menyimpan siasat buruk. Ini bukan soudzon, tetapi feeling semata.

Bukankah feeling seorang perempuan jarang meleset? Saat Arasya ingin segera kabur, Alvarios dan juga Habibi malah tidak kunjung menyelamatkannya dari dosen gundul ini.

"Udah, kamu jangan banyak mikir!" perintah Bapak Roni dengan nada tinggi.

Arasya menggeleng sambil menjawab, "Saya lagi tunggu Alvarios sama Habibi, Pak."

"Jangan membantah! Kamu harus nurut kalau mau mendapat nilai sempurna," ujar Pak Roni dengan seadanya, "lagian, gak baik kalau anak gadis berteman sama anak nakal kayak Alvarios."

SKANDAL KAMPUS. (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang