29. Siapakah penolongnya?

98 4 0
                                    

Berjam-jam kemudian ....

Araysa menatap layar handphone dengan ekspresi gelisah karena tidak tahu hendak melakukan apa, meski nomor seorang dosen sudah berada di depannya.

Tangan kanannya gemetar ketika akan mengetik sesuatu. Hatinya sudah tidak kuat untuk menyembunyikan kebusukan para senior serta dosen kampus. Seharusnya, dia melakukan hal tersebut sejak lama, yaitu mengadu pada guru kesayangannya.

Anda :
Ibu sibuk nggak? Apa kita bisa ketemu? Ada hal yang harus Arasya bicarakan.

Ibu Hasmi :
Enggak, Sya. Kebetulan Ibu lagi di luar rumah. Ibu tunggu kamu di cafe depan kampus, ya.

Bibir mungilnya terangkat. Mungkin hanya Bu Hasmi yang mengerti perasaannya. Dia segera beres-beres dan memakai pakaian berwarna hitam, seperti biasa.

Setelah selesai memakai barang-barang kesayangannya, Arasya pun bergegas pergi menaiki mobil baru. Memukau mata dan mengkilap. Memang siapa yang tidak jatuh hati pada mobil sekaligus pemiliknya?

Ketika sampai di tempat tujuan, Arasya melepaskan kacamata hitam, kemudian berjalan mendekati meja yang dipesan Ibu Hasmi. Dosen paruh baya ini langsung berdecak kagum saat melihat penampilan Arasya.

"Aduh, Ibu beruntung bisa lihat bidadari di malam ini," ucap Ibu Hasmi.

Arasya pun menjawab, "Hehe ... selamat malam, Ibu Dosen kesayangan Arasya."

"Aduh ... Ibu makin terbang, nih!" balas Ibu Hasmi sambil terkekeh, "mau pesan apa, Sya?"

"Apa aja, yang penting makan bareng Ibu," jawab Arasya sambil tersenyum manis.

"Aduh, bisa aja!" balas Ibu Hasmi dengan gaya sok gaulnya, "sejak kamu datang, Ibu udah terkesima, lho ...."

"Jangan begitu, Bu! Ibu juga enggak kalah cantik."

"Beda, beda antara bidadari sama pangsit lima ribuan mah."

Mendengar semua pujian tadi, Arasya pun langsung menahan tawa. "Ya ampun, jangan gitu lagi, Bu! Arasya susah tahan tawa."

Ibu Hasmi berhenti bicara dan hanya bisa geleng-geleng ketika melihat tingkah laku murid didiknya.

Tidak lama kemudian, pelayan cafe datang membawa pesanan. Setelah mempersilakan Arasya untuk makan, Ibu Hasmi pun memperlihatkan ekspresi terheran-heran.

"Sya, waktu di telepon ... kamu serius banget. Ada apa, toh?" tanya Bu Hasmi sambil meraih tisu.

Arasya menoleh lalu menjawab, "Arasya mau tanya sesuatu, Bu."

"Oh, silakan, Sya. Emang mau tanya apa?" balas Bu Hasmi dengan nada lembut.

"Tolong jangan tersinggung, Bu!" pinta Arasya dengan ekspresi memelas, "apa benar, kampus kita pernah tersapu rumor seram?"

"Di kampus kita enggak ada zombie, Sya. Rumor seram apa yang kamu maksud?"

"Apa benar kalau pelecehan kita pernah viral karena ada murid yang dilecehkan dosen?" bisik Arasya dengan ekspresi berani.

Sebenarnya Arasya yakin bahwa rumor itu adalah fakta. Namun, dia ingin mendengar pengakuan dari dosen kesayangannya. Ibu Hasmi itu sudah lama bekerja di kampus. Beliau pasti mengetahui jelas, kejadian yang sebenarnya.

Ibu Hasmi terdiam selama beberapa saat, sebelum berkata, "Itu dulu. Sebelum tahun 2000-an dan informasi itu memang fakta."

"Arasya masih penasaran tentang informasi itu."

"Hati-hati. Rasa penasaran itu enggak selamanya baik. Semakin dicari tahu, kamu akan semakin dalam bahaya," bisik Ibu Hasmi dengan senyum tipis.

Jika melihat wajah dosennya, Arasya yakin bahwa Ibu Hasmi merupakan informan yang bisa dimanfaatkan. Namun, Ibu Hasmi tidak segan untuk menakut-nakuti orang kepo sepertinya.

SKANDAL KAMPUS. (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang