6. Pengantar pulang.

425 11 68
                                    

Gadis itu masih sibuk mengetik beberapa lembar jawaban. Banyak sekali soal yang diberikan oleh para dosen.

Arasya ingin menyerah, tetapi dia teringat bahwa 'menggapai mimpi memang sangat sulit'. Harus ada yang dikorbankan, entah materi atau pun tenaga.

"Nomor lima puluh sembilan adalah teori pitagoras," ucap seseorang di dekat telinganya.

Ketika menoleh, Arasya terkejut karena Alvarios sudah berada di samping tempat duduknya. Gadis cantik ini mengelus dada dan tetap berusaha tenang.

"Ngagetin aja!" pekik Arasya dengan ekspresi panik.

"Ppffttt ... wajahnya biasa aja kali!" sela Habibi sambil terkekeh.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Arasya sambil terus mengetik.

Tangan kanan Alvarios menjauhkan Arasya dari laptop, kemudian dirinya menutup laptop tersebut. Ya. Alvarios memang sengaja melakukan itu.

"Jangan terlalu keras mengerjakan soal dari Bapak Botak itu!" pintanya dengan begitu enteng.

Arasya menghela nafas panjang. "Lo gila? Kalau gue gak kerjain soal-soal Bapak Roni, nilai gue bisa kayang."

"Gue mau bantuin lo—"

"Heh, Pak Roni itu tahu kalau murid kesayangannya udah bantuin gue! Mangkanya itu, dia kasih soal-soal yang lebih banyak," desis Arasya dengan ekspresi jengkel.

"Oh, jadi Pak Roni marah karena tahu kalau soal-soal tadi udah gue bantu?"

"Iya, dasar! Masa soal-soal gue ditambah dua puluh lagi," dumel Arasya.

"Hahaha ... sabar!"

Alvarios menatap wajah lawan bicara dengan senyum tipis, tetapi hatinya merasa sangat gemas. Ratunya geng harlubis ini sangat lucu kalau sedang marah.

Ret!

Arasya menyobek selembar kertas dari sela-sela buku, kemudian menghitung beberapa angka. Jujur, dia tidak sanggup melakukan semua ini. Namun, dia terpaksa. Bapak Roni akan mengancam nilainya rendah kalau tidak dikerjakan sekarang.

"Alvarios Daysuki!" teriak seseorang di dekat pintu.

Mereka kompak menoleh pada sumber suara. Ternyata suara cempreng itu berasal dari Habibi. Laki-laki humoris akhirnya datang dan kehadirannya selalu memecah keheningan. Arasya terkekeh saat melihat Habibi sedang ngos-ngosan.

"Lo kenapa?" tanya Arasya ketika Habibi sudah berada di sampingnya.

"Kalian tahu nggak?" tanya Habibi dengan ekspresi memelas.

Alvarios menggeleng pelan lantas menjawab, "Gak tahu, orang belum ngomong!"

"Dengerin dulu, bahlul!" pekik Habibi, "tetangga ane yang baru aja pulang dari arab, bawa daging onta buat dipanggang sama kita."

"Hah? Serius? Daging onta arab, nih?" tanya Arasya dengan mata melebar.

Habibi pun mengangguk hingga membuat Arasya sangat antusias. Daging onta itu nikmat, apalagi kalau dibawakan langsung oleh keluarga temannya.

Arasya menepuk-nepuk pundak Habibi, kemudian berujar, "Awas kalau lo enggak sisihkan buat gue!"

"Astagfirullah, Ukhty! Ente itu p-e-r-e-m-p-u-a-n," ungkap Habibi sambil mengeja gender Arasya.

"Cakep! Dibaca apa, Bib?"

"Dibaca jadi cewek atuh!"

"Ah! Habibi makin bego aja," gumam Arasya dengan ekspresi depresi, "lo bisa masuk ke kampus ini karena bantuan uang partai, ya?"

SKANDAL KAMPUS. (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang