Hari Minggu Afra gunakan waktunya untuk bersih-bersih rumah. Hanya hari Minggu ia libur kerja dan bisa bersantai di rumah. Peluh membasahi dahinya, setelah menyapu lantai ia dilanjutkan dengan mengepel lantai. Rumah yang ia tempati tidaklah besar, hanya rumah sederhana dan kecil. Mempunyai tempat tinggal yang kecil pun sudah membuat Afra bersyukur, setidaknya ia bisa berteduh, terhindar dari panasnya matahari dan rintik hujan.
Begitulah kehidupan, roda kehidupan akan terus berputar, tidak selamanya berada di atas dan tidak selamanya juga berada di bawah dan yang pasti, semua orang pasti akan merasakan berada di titik itu. Ada kalanya senang, ada saatnya dihadang musibah dan rintangan. Yang hanya perlu disiapkan adalah hati yang ikhlas menerima jalan hidup dan takdir yang sudah Dia tulis.
"Kak."
"Sudah bangun gadis cantik Kakak ini. Gimana pagi ini, sudah sehat?"
Ava menggeliat sambil merentangkan tangannya. "Sudah mendingan, Kak."
"Sana sarapan, obat jangan lupa diminum!"
"Gak nafsu makan." Ava duduk di kursi yang ada di ruang tengah. "Kakak ke pasar?"
"Iya, bahan-bahan dapur sebagian habis. Kenapa? Mau pesan sesuatu?"
"Ava mau buah jeruk."
"Nanti Kakak belikan. Kakak mau mandi dulu, setelah itu baru ke pasar," ucap Afra lalu melangkah menuju dapur.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam," jawab Ava terpaksa beranjak dari duduknya. Sebelum membukakan pintu, Ava memasang hijabnya.
"Ava, gimana keadaannya?"
"Ryan kok ke sini?" tanya Ava.
"Aku mau liat keadaan kamu. Ava sudah sehat? Sudah minum obat?" tanya pria itu yang terlihat khawatir.
"Sudah mendingan kok, tapi belum minum obat."
"Kok belum?"
Ava menggelengkan kepalanya. "Gak mau, obatnya pahit."
"Kamu harus minum obat, supaya lekas sembuh."
"Gak mau. Um ... Ryan gak jalan-jalan sama Jinan?"
"Jinan malas keluar," jawabnya. "Oh iya, aku bawa buah-buahan untuk Ava. Dimakan ya." Ryan memberikan buah-buahan yang ada di tangannya.
Wajah Ava berubah sumringah, dia tersenyum lebar. "Wah, ada jeruk. Pas banget Ava lagi pengen makan jeruk." Ava mengambil buah-buahan itu. "Terima kasih, Ryan sudah beliin Ava buah."
"Sama-sama." Ryan tersenyum melihat wajah Ava yang terlihat bahagia.
Pria yang bernama Ryan itu adalah sahabatnya, sudah lima tahun mereka bersahabat, awal-awal Ava pindah ke sekolahan baru.
"Ryan mau masuk dulu?"
"Ada Kak Afra?"
"Ada," jawabnya.
"Gak deh," tolaknya.
"Takut ya? Kan Ryan sahabat Ava, bukan orang lain."
"Sebaiknya kamu masuk terus istirahat. Maaf aku sudah ganggu waktu istirahat kamu."
"Gak ganggu. Sekali lagi terima kasih sudah jenguk Ava terus dibeliin buah."
"Iya Lily, semoga cepat sembuh." Pipi Ava bersemu saat Ryan memanggilnya 'Lily' Lily adalah nama panggilan yang Ryan berikan untuk Ava namun, akhir-akhir ini Ryan jarang memanggilnya Lily karena waktunya bersama Ava terbagi untuk bersama pacarnya.
"Ryan mau pulang?"
Ryan mengangguk. "Gapapa, kan? Aku gak mau ganggu kamu. Ya udah, aku pamit pulang dulu ya. Obatnya diminum loh, buahnya juga dimakan bagi sama Kak Afra."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ditakdirkan Bersama (End)✓
Teen FictionAfra Khansa Aelghytha seorang wanita cantik dipaksa kuat oleh keadaan. Semenjak orang tuanya meninggal, kehidupan Afra seketika berubah, ia menjadi tulang punggung keluarga demi sang Adik. Afra memiliki masa lalu yang kelam, masa lalu yang ingin ia...