DB: Part 9

3.1K 348 50
                                    

"Bunda!"

Afra terbangun dari tidurnya dan langsung terduduk. Baru saja ia bermimpi bertemu dengan anak kecil yang ia pun tidak bisa melihat wajahnya. Ini bukan pertama kali ia bermimpi seperti itu, tapi sudah cukup sering. Sampai sekarang Afra tidak tahu arti dari mimpi itu, ia juga tidak mendapatkan petunjuk dari mimpi itu.

"Astaghfirullah..." Afra mengusap kasar wajahnya, lalu menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua siang.

Afra langsung beranjak dari kasur, ia ingin bersiap-siap pergi bertemu Gibran. Ya, hari ini mereka akan bertemu, ada hal penting yang ingin Gibran sampaikan pada Afra. Semenjak dapat nomor Afra, Gibran sering menghubunginya, tapi kadang Afra abaikan dan hanya membacanya saja. Ia masih tidak percaya, ia bertemu lagi dengan Gibran, bahkan ia tidak pernah berharap bisa bertemu dengan siapapun orang dimasa lalunya termasuk Gibran.

Setelah tidak sengaja bertemu dengan Gibran, Afra selalu dihantui oleh bayangan masa lalu, masa lalu yang sebenarnya ingin ia hapus dari ingatannya. Kehidupan bebas dan jauh dari orang tua merubah Afra menjadi wanita liar dan nakal. Hampir setiap malam ia keluar hanya untuk bersenang-senang bersama teman-temannya. Clubbing adalah kebiasaannya dulu. Afra terbuai oleh kenikmatan dunia tanpa memikirkan dosa.

"Kakak mau kemana? tumben siang-siang gini pergi," ucap Ava saat melihat sang Kakak berpakaian rapi.

"Um, mau nyari es kelapa. Kamu mau?"

"Wah, mau dong. Pas hari panas gini."

"Ya udah, Kakak pergi dulu. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Hari ini memang ia libur kerja, karena hari Minggu. Gibran sengaja memilih hari Minggu untuk bertemu dengan Afra karena hanya hari Minggu Afra libur kerja.

Tujuan Afra saat ini adalah taman. Sebenarnya ia tidak ingin bertemu Gibran, tapi karena ada hal yang penting ingin ia bicarakan membuat Afra penasaran dan mau menemuinya. Bukan apa-apa, hanya saja, melihat Gibran menguak kembali kenangan silam dan sakit hati yang ia rasakan di masa lalu.

Sesampainya di taman, Afra mencari tempat duduk yang nyaman. Tidak lupa ia memberitahu Gibran bahwa ia sudah sampai di taman.

Lima belas menit kemudian, Gibran datang. Pria itu tersenyum melihat Afra yang sudah duduk manis di kursi.

"Maaf, nunggu lama."

"Gak lama."

Gibran duduk di samping Afra, tapi tidak terlalu dekat. "Apa kabar?"

"Alhamdulillah baik. Mas tinggal di sini?"

"Iya, kami sekeluarga baru saja pindah. Gak nyangka ternyata di sini kamu berada. Saya pernah mencari kamu ke rumah, tapi ... kata Paman kamu sudah tidak tinggal di rumah itu lagi."

"Kami merantau ke sini sama adik, Mas."

"Jadi, kenapa kamu pergi tiba-tiba?" tanyanya to the point.

"Kamu tau kan? Aku sangat-sangat terpuruk karena kehilangan dia, aku tidak ingin semakin sedih. Akhirnya aku pergi dari New York untuk mencoba melupakan apa yang terjadi. Tidak ada alasanku untuk tetap bertahan di sana, Mas. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi dan yang pasti aku pergi karena aku ingin melupakan kamu, kamu yang tiba-tiba menceraikan ku tanpa sebab. Sungguh hancur perasanku Mas, saat aku mengandung anak kamu, kamu menceraikan ku! dan aku kehilangan anakku yang kedua kalinya!" Afra memejamkan matanya, ia kembali teringat dengan masa lalunya yang sangat menyedihkan.

Dulu saat masih pacaran Afra pernah hamil namun sayangnya ia mengalami keguguran. Setelah itu, Gibran menikahi Afra sebagai tanggung jawabnya dan menjadikannya seorang istri. Mereka menikah di luar negeri, bukan pernikahan siri, pernikahan mereka sah secara hukum dan agama. Tapi, pernikahan mereka tidaklah mewah, hanya pernikahan sederhana itupun hanya dihadiri oleh kedua orang tua Afra dan teman-teman mereka. Keluarga Gibran? mereka tidak tahu tentang pernikahan mereka.

Ditakdirkan Bersama (End)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang