Hari berganti hari, tanpa terasa Alea sudah memasuki sekolah dasar. Hari ini hari pertamanya masuk ke sekolah baru, hal itu membuatnya sangat bersemangat. Saking semangatnya, jam lima pagi Alea sudah bangun, bahkan sudah memakai seragam barunya. Afra yang melihat tingkah anaknya, dibuat gemas dan senang karena Alea begitu bersemangat.
"Bunda ... Ayah sudah datang!" ucap Alea berteriak. Afra yang sedang berada di kamar langsung mengambil tasnya, lalu keluar kamar.
"Ugh ... Anak ayah cantik banget!" puji Gibran lalu mengangkat Alea.
"Siapa dulu bundanya," sahut Afra. Gibran sontak menatap Afra.
"Wow, Bundanya juga gak kalah cantik! uwah ... cantik banget!" ucapnya.
"Dasar mulut buaya. Ini kalau kamu lakukan ke cewek lain bisa meleleh mereka."
Gibran tertawa. "Enggak ya! aku cuma ke kamu aja bilang cantiknya."
"Ayo sayang."
"Ayo juga sayang," ucap Gibran.
"Sayangnya bukan ke kamu!" ucap Afra membuat Gibran terkekeh.
Gibran masih berusaha untuk meluluhkan hati Afra, ia masih memperjuangkannya, ia yakin perjuangannya tidak berakhir sia-sia. Tanpa Gibran sadari perlahan hati Afra mulai melunak, ia sedang berusaha untuk membuka kembali hatinya dan mencoba untuk menerima Gibran.
Afra dan Alea sudah berada di dalam mobil Gibran. Sekarang mereka mulai menuju sekolah yang tidak jauh dari rumah Afra. Ya, rumah Afra, Afra sudah tidak tinggal di kontrakan melainkan tinggal di rumahnya sendiri. Rasyid membantunya mencari rumah yang pas untuk adiknya, rumahnya tidaklah mewah, hanya rumah sederhana. Tidak hanya itu, Rasyid juga membelikan mobil untuk Afra agar jika hujan turun di pagi hari, ia bisa menggunakan mobil untuk pergi bekerja dan mengantar Alea.
Tentang Rasyid, pria itu sudah pulang ke Kalimantan Selatan setelah satu Minggu tinggal bersama Afra. Ia tidak bisa terlalu lama pergi keluar kota karena ada kesibukan yang tidak bisa ia tinggal terlalu lama.
Meski sekarang kehidupan Afra sudah berubah, ia memilih untuk tetap bekerja di toko kue. Padahal jika ia ingin membangun toko roti sendiri pun ia mampu namun, karena teman-temannya yang bekerja di sana lah yang membuatnya tidak ingin berhenti bekerja di sana. Sungguh ia sudah merasa sangat nyaman bekerja di sana di tengah-tengah orang baik. Mereka sudah Afra anggap seperti keluarganya sendiri.
"Sudah sampai. Ayo ayah dan bunda antar Alea sampai ke kelas," ucap Gibran.
Mereka bertiga keluar dari mobil. Sudah cukup banyak para siswa-siswi baru dan para orang tua yang berdatangan. Sekolahan itu salah satu sekolahan termewah.
"Aira!" ucap Alea.
"Alea...wah, kita satu kelas lagi!" ucap Aira terlihat sangat bersemangat.
"Iya, Lea bareng Aira lagi!"
"Aira juga, karena cuma Alea teman Aira satu-satunya. Ayo kita ke kelas!" Aira menggema tangan Alea. "Ayo, Ma! ayo Om, Tan!" ucapnya menatap mamanya dan kedua orang tua Alea.
"Iya, ayo," jawab mamanya Aira.
Ketiga orang dewasa itu berjalan di belakang Alea dan Aira. Sepanjang perjalanan menuju kelas, mereka asik bercerita.
"Lea kira Aira datang bersama kak El."
"Kak El sudah melahirkan Lea! dedek bayinya sudah keluar, perut Kak El sudah meletus!" jawab Aira membuat ketiga orang dewasa yang ada di belakang mereka terkekeh, mereka gemas mendengarnya.
"Kapan lahirnya, Bu?" tanya Afra.
"Kemarin, anak El kembar dua-duanya laki-laki," jawab mama Aira. Sebelumnya mereka memang sudah mulai saling mengenal apalagi dengan kakaknya Aira, Afra pernah beberapa kali bertemu dengannya. Di sisi lain, sepupu Gibran bertunangan dengan salah satu kakak Aira. Itu juga menjadi alasan mereka saling mengenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ditakdirkan Bersama (End)✓
Teen FictionAfra Khansa Aelghytha seorang wanita cantik dipaksa kuat oleh keadaan. Semenjak orang tuanya meninggal, kehidupan Afra seketika berubah, ia menjadi tulang punggung keluarga demi sang Adik. Afra memiliki masa lalu yang kelam, masa lalu yang ingin ia...