Siang ini cuaca cukup cerah dan panas. Peluh keringat bercucuran membasahi wajah tampan Gibran. Saat ini Gibran sedang berada di luar ruangan, ia sedang meninjau lokasi pembangunan kafe. Terik matahari yang sangat menyengat tidak menghiraukan Gibran untuk berteduh. Ia nampak asik menatap bangunan yang hampir selesai. Ini kafe pertamanya, biasanya ia hanya membangun hotel dan resort. Kali ini ia ingin sedikit berbeda dengan usaha yang ia bangun.
Gibran mengangkat tangannya melihat jam tangan yang melingkar di tangannya. Sudah waktunya ia menjemput putrinya di sekolah.
"Lanjutkan, semoga dalam bulan ini selesai."
"Siap, Pak!"
Setelah berpamitan, Gibran masuk ke dalam mobilnya. Ia mengambil beberapa tisu untuk melap keringat di wajahnya.
Mobil Gibran mulai menuju sekolah tempat Alea sekolah. Memang sudah menjadi tugasnya mengantar jemput anaknya sendiri.
Sesampainya di depan sekolah, Gibran langsung keluar dari mobilnya dan menghampiri Alea yang sedari tadi sudah menunggu. Gibran mengigit bibirnya melihat wajah cemberut anaknya itu.
"Ayah telat lima menit!" ujarnya sambil melipat tangannya di depan dada.
"Maafkan Ayah, Sayang. Tadi Ayah cek kafe dulu." Gibran ingin menyentuh pipinya namun, dengan cepat Alea mengindari dan melangkah begitu saja menuju mobil. "Maafin Ayah ya? Cuma lima menit kok. Alea jangan marah."
"Lea gak mau bicara!"
"Itu bicara."
"Lea ngambek sama Ayah!"
"Eh, kok ngambek bilang-bilang sih?"
"Ayah ngeselin!"
Brak...
Alea menutup pintu mobilnya.
"Aduh, semoga pintu mobil gak rusak," gumam Gibran meringis melihatnya.
"Cepat jalan!" titahnya.
"Iya, Tuan Putri. Huh, untung sayang. Kalau gak tinggalin aja di jalan."
"Ayah ngomong apa?" Alea menatap tajam ke arah Gibran.
"Bu-bukan apa-apa. Alea mau es krim?"
"Gak!"
"Permen?"
"Gak mau!" jawabnya lagi.
"Em, beli mainan baru?"
"Gak! Lea maunya beli donat!"
Gibran mengangguk. "Oke, itu mah mudah. Belinya di mana?"
"Di tempat Kakak cantik."
"Siap Tuan Putri. Tapi ... Ayah gak tau tokonya."
"Terus," ucapnya masih dengan nada ketus. Gibran gemes melihat anaknya yang merajuk.
"Terus kemana ini, Nak?"
"Tuh di depan, ada toko kue."
"Oh yang itu? Pinter banget anak Ayah nginget tempatnya."
Gibran menghentikan mobilnya saat sudah sampai di toko kue yang Alea maksud.
Mereka berdua melangkah memasuki toko yang terlihat cukup ramai. Ini pertama kalinya Gibran ke toko kue itu. Melihat berbagai macam kue membuatnya lapar, kue di dalam etalase kaca terlihat sangat enak.
"Hai Alea." Itu bukan suara Afra melainkan Agnes. Gibran melongo, wanita itu tahu nama anaknya.
"Donatnya sepuluh, untuk rasa campur aja yang penting ada rasa strawberry," ucap Gibran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ditakdirkan Bersama (End)✓
أدب المراهقينAfra Khansa Aelghytha seorang wanita cantik dipaksa kuat oleh keadaan. Semenjak orang tuanya meninggal, kehidupan Afra seketika berubah, ia menjadi tulang punggung keluarga demi sang Adik. Afra memiliki masa lalu yang kelam, masa lalu yang ingin ia...