Dua

2.7K 228 1
                                    

“aku pulang!” aku melepaskan sepatuku dan bergegas mencari ibuku. Sebagai sesama Underhand, sudah menjadi naluri kami untuk saling menjaga dan memastikan keadaan masing-masing. Aku menemukannya di dapur, sedang sibuk mengiris-ngiris wortel untuk makan malam. Ia tersenyum melihatku, melepaskan pisaunya dengan hati-hati dan memelukku

“bagaimana sekolah hari ini?” ia bertanya sambil melakukan ritualnya. Memeriksa mataku, lenganku dan seluruh tubuhku untuk memastikan aku tidak mati hari ini

“biasa saja Mom. Daan..aku tidak apa-apa. Tidak ada musibah hari ini” aku mendorongnya pelan, kemudian mencomot irisan wortel. Meskipun sama-sama Underhand, kami tidak bisa mengetahui apakah seorang Underhand baru saja mencurangi kematian.

Untuk ibuku, ia memiliki cara tersendiri untuk mengecekku. Memperhatikan gerak tubuhku dan pandangan mataku yang menunjukkan tanda-tanda trauma atau frustrasi menahan sakit yang berlebihan

Ia memperhatikanku sebentar kemudian meneruskan masakannya. Aku segera menuju ke kamarku, tempat keramatku. Satu-satunya tempat yang membuatku merasa aman. Karena berada di lantai dua, jendela kamarku selalu terkunci. Dan hampir tak ada benda tajam yang mengancam diriku. Bisa dibilang ibuku sama paranoidnya dengan diriku. Bahkan lebih parah

Saat seperti ini, biasanya aku merenungkan tentang betapa berbedanya diriku dengan orang lain. Berusaha menyingkirkan mimpi buruk yang terus membayangiku. Tapi saat ini aku memikirkan hal lain. Merebahkan diriku ke kasur yang empuk sambi menatap langit-langit yang berwarna biru cerah dihiasi garis-garis krem seperti ukiran

Aku memikirkan cowok itu. Bagaimana ia menatapku dengan tajam dan suaranya yang berat yang menghantam dadaku

Aku terus memikirkan mata kelabunya.

Reversed TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang