Dua Belas

2.1K 180 0
                                    

Asap mengepul dari cangkirku. Aku mengangkatnya, mengaduk-aduk isinya sebentar dan menyesapnya. Aku mengernyit. Masih terlalu panas untuk diminum. Aku mengalihkan perhatianku pada Val, yang duduk di depanku, di seberang meja bundar khas kafe. Ia juga tampak sibuk dengan minumannya sebelum ia menyadari aku menatapnya. Ia mengangkat kepalanya dan tersenyum kikuk.

"Jadi.." Aku mengangkat alisku "apa yang mau kau bicarakan?"

Val terbatuk kecil dan menopang dagunya dengan tangan kanannya. Tak lama, ia mengganti posisinya, bersandar di kursinya dan manatap ke arahku. Mulutnya terbuka tapi tidak ada suara terdengar. Ia mengatupkannya lagi. Suara bel di pintu masuk berbunyi, menandakan seorang pelanggan memasuki kafe. Tapi tidak ada satupun dari kami yang mau repot-repot mencari tahu. Val menyiapkan pertanyaannya dan aku menyiapkan jawabannya.

"Sejujurnya, aku bahkan tidak tahu harus memulai darimana" katanya

"Cobalah"

Ia menatapku untuk kesekian kalinya, dan kali ini ia tidak berniat untuk melihat hal lain. Salah tingkah karena ditatap, aku menyibukkan diri dengan minumanku lagi.

"Kau tahu, aku menyaksikan..." Ia berhenti, terlihat ragu "atau mungkin bermimpi.. Tentang....kematianmu"

Sendok teh berdenting-denting di dalam cangkir. Aku masih mengaduk kopiku.

"Aneh kan.. Dan kejadiannya terjadi saat studi wisata kita. Kau ingat di dalam bus, kita melewati truk dan truk itu menyambar bus kita sehingga kita keluar jalur dan terjun ke jurang.."

Suara dentingan makin kuat, aku mengaduk makin cepat.

"Setelah semuanya mereda, aku memastikan keselamatanku dulu. Lalu aku melihat Rico dan Shawn.... Rae? Kau baik-baik saja?"

"Hmm?" Aku tersadar bahwa aku membuat keributan kecil yang menarik perhatian hampir seluruh tamu kafe. "Ya, maaf.. Siapa tadi?"

"Rico dan Shawn. Mereka duduk di depanku. Yang kuingat hanyalah tangan Shawn tampak patah. Lalu aku berdiri, aku tidak yakin apa yang terjadi denganku tapi kepalaku dan badanku terasa sakit. Aku berdiri karena ingin mencari bantuan dan saat itulah aku melihatmu. Tergantung terbalik di kursimu, wajahmu cukup hancur juga..."

Aku tidak yakin ekspresiku terlihat seperti apa sekarang. Aku membayangkan kejadian itu kembali. Melihat Val di depanku, terluka di dahinya dan bibirnya dan dimana tadi katanya? Badan? Aku menurunkan pandanganku dan menyadari perut Val tertusuk sesuatu. Kaca? Besi? Entahlah. Pandanganku berubah merah.

".....lalu kau terkulai lemas. Kurasa saat itu kau sudah, kau tahu, meninggal. Lalu yang aneh adalah sesudahnya. Aku tidak tahu apa yang terjadi setelahnya, tiba-tiba aku sudah kembali ke tempat dudukku, bus kembali mundur dan kau bersimbah darah"

"Wah kau jelas bermimpi cukup buruk.." Aku mencoba beralasan sambil mengerjap-ngerjapkan mataku. Semua itu sudah berlalu Rae.

"Aku juga berpikir demikian. Tapi, semua itu terasa sangat nyata bagiku. Dan saat aku melihatmu itulah aku bersikap, yah, berbeda. Aku tidak yakin apakah kau masih hidup atau tidak. Sekali lagi semua terasa sangat nyata."

Aku mengangguk kecil lalu meneguk kopiku berharap aku bisa menelan rasa gugup bersama-sama dengan cairan hitam pekat itu.

"Soal kejadian di atap sekolah, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud menakutimu atau apa. Aku ingin menanyakan hal ini tapi aku tidak bisa melakukannya karena itu aku..."

"Kurasa ini berhubungan dengan pertanyaan 'kenapa kau kembali?' ?"

Aku menyesal bertanya seperti itu ketika Val mengangguk "ya,saat para cheerleader itu menghalangi jalanku, kau dan Chelsea sudah pergi kan. Lalu aku merasakan perasaan yang sama dengan kejadian di bus. Detik berikutnya cewek-cewek itu mengulangi perkataan mereka padaku dan kau kembali di tangga bawah"

Reversed TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang