Lima Belas

2.1K 171 4
                                    

Matahari sudah tenggelam dan langit mulai menggelap, sebentar lagi bintang-bintang mulai bermunculan. Aku dan Val masih duduk berdampingan. Mencoba memecahkan keheningan janggal di antara kami. Aku berdeham

"Tempat ini benar-benar indah Val, tapi sayangnya tidak ada restoran untuk makan malam" aku berniat bercanda. Val tertawa kecil

"Makanya aku sudah mempersiapkannya, tuan putri" katanya sambil berdiri, membungkuk seperti bangsawan dan berjalan menuju motornya. Ia membuka bagasinya dan mengeluarkan dua lembar selimut, sekotak tupperware, serta iPhone. Ia menggelar selembar selimut dan mempersilahkan aku duduk di atasnya, kemudian menggelas selimut yang satu lagi untuk melapisi kulitku.

"Aku tidak menyangka kau menyiapkan piknik di malam hari. Dan bagaimana ini semua muat di bagasimu?"

"Sulap, kurasa" ia bergabung dan membuka tupperware. Bau keju langsung tercium dan ia mengangkat sepotong pizza.

"Aku berniat membawanya utuh-utuh, tapi tidak bisa, jadi aku menaruhnya di kotak bekal saja" ia tersipu malu, namun aku merogoh untuk mengambil sepotong untukku juga.

"Enyak" aku berkata sambil mengunyah "dan masih hangat"

Ia mengangguk setuju karena mulutnya dipenuhi dengan pizza. Aku tidak dapat menahan diriku untuk bertanya padanya, tentang keluarganya. Seorang pacar harus tahu setidaknya alasan orang tua pacarnya bercerai kan?

"Jadi, ceritakan tentang dirimu" aku mengelap sisa keju di bibirku "dan orang tuamu" aku mempersempit pembicaraan. Ia menoleh ke arahku dan tersenyum. Sekilas, senyumannya terlihat sedih.

"Kau tahu bagaimana kematian seorang anggota keluarga, membuat orang tuamu saling menyalahkan sebelum memutuskan untuk berpisah?"

"Ya, aku sering mendengarnya" aku gugup sekarang. Siapa yang meninggal dalam keluarganya? Dari ceritanya, kakak perempuannya masih hidup. Kecuali dia berbohong, atau...

"Selain kakakku....aku juga punya adik laki-laki. Ia sangat lucu, setidaknya saat ia masih batita. Ia meninggal saat aku berumur enam tahun. Ia masih berumur tiga tahun"

Hening

"Ia sangat lucu, mengucapkan kata-kata dengan giginya yang belum tumbuh semua. Kami memanggilnya Vinny, tapi nama sungguhannya Vincent. Vincent Sewell" suara Val terdengar riang saat bercerita.

"Apa yang terjadi?" Aku menjaga suaraku tetap tenang walaupun perasaanku mulai tak karuan.

"Vinny sedang bermain ayunan denganku dan Valerie, kakakku. Aku mendorongnya, dan ia menjerit-jerit gembira, ,memintaku mendorongnya lebih tinggi lagi. Ibuku sedang bercakap-cakap dengan seorang wanita muda di taman bermain itu. Dan Valerie merajuk ingin mencoba ayunan itu.." Val terhenti sejenak. Aku mengelus lengannya, mencoba menenangkannya.

"Semua terjadi begitu cepat. Saat itu musim dingin, kami berbungkus mantel dan aku terpeleset saat mendorongnya. Valerie menghampiriku, memeriksa keadaanku di pimggir dan Vinny masih berayun-ayun, memanggil namaku. Tiba-tiba saja ada bunyi jatuh yang keras dan yang kami lihat, Vinny sudah terkapar di lapisan es di bawahnya. Ia ingin mengecekku juga, dan langsung melompat dari ayunan. Tidak tinggi, tapi sudah cukup untuk memecahkan kepalanya. Aku melihat es di bawahnya berubah merah.. Dan.." Val tersedak dengan kesedihannya.

Aku merangkulnya, tidak mengetahui hal ini lebih cepat. Ia mempunyai pengalaman pahit dengan darah. Menjelaskan sedikit tentang sikapnya padaku di bus.

"Ia tidak selamat. Ayahku menyalahkan ibu, ibu menyalahkan aku, aku menyalahkan Valerie, Valerie menyalahkan semua orang. Vinny pergi terlalu cepat dan kami tidak mampu mengatasi kesedihan kami. Sampai aku berumur empat belas dan Valerie delapan belas, mereka memutuskan bercerai. Tidak ingin memperebutkan hak asuh, mereka membagiku dan Valerie. Aku dipilih ayah, karena baginya remaja laki-laki lebih mudah daripada perempuan dan ibu tidak menginginkanku. Tapi Valerie tidak memilih dan ingin tinggal sendiri, ia sudah cukup dewasa untuk itu dan akhirnya aku memilih bersamanya. Kami tinggal di sebuah apartemen kecil di kota"

Reversed TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang