Dua Puluh

1.8K 154 1
                                    

Arus sungai yang deras sekarang memenuhi indera pendengaranku. Mataku masih memburam dan tidak dapat melihat dengan jelas. Aku terbatuk-batuk berusaha mengeluarkan air yang tidak ada sama sekali dari paru-paruku, lalu aku teringat Neal.

Ia masih mengapung di tengah sungai.

Aku tidak cukup jauh memundurkan waktu. Mati tenggelam terlalu menyakitkan, ditambah pemunduran, kekuatanku tidak cukup untuk menyelamatkan Neal, mencegahnya masuk ke sungai. Apakah aku harus menyaksikan kematian temanku lagi?

Aku memandang punggung Neal dengan putus asa. Satu-satunya cara adalah aku yang menolongnya. Aku harus terus mencoba sampai ia selamat. Harus. Aku tidak boleh melakukan kesalahan yang sama. Aku mengambil ancang-ancang untuk terjun.

Tapi aku tidak bisa.

Sekuat apapun tekadku, badanku membeku, tidak mau bergerak. Aku ingin menolongnya tapi aku takut. Aku tidak bisa mengontrol ketakutanku.

"Ayolah Rae!!" Aku membentak diriku sendiri dan mencoba lagi. Tidak bisa. Aku tidak mampu bergerak. Aku mencabuti rumput dengan liar, frustasi dengan keadaanku.

Lalu suara ceburan air menyadarkanku.

Orang itu berenang dengan lincah mengejar Neal. Begitu ia meraih kerah bajunya, ia berjuang melawan arus kembali ke tepi. Sesampainya di pinggir, ia langsung membalik badan Neal, dan menekan-nekan dadanya.

"Panggil keadaan darurat" perintah orang itu.

Aku meraih handphoneku dan mengetik nomor panggilan darurat, sambil mengawasi orang itu melakukan napas buatan pada Neal, mencoba mengembalikan sisa nyawa yang bisa diselamatkan

"Halo? Apa situasi darurat anda?" Operator telepon menjawab. Aku mencoba membalas tapi tidak ada yang keluar dari mulutku.

"Halo? Halo? Apa situasi darurat anda?"

Aku mengeluarkan suara tersedak. Mataku dan pikiranku terkunci pada usaha orang itu menghidupkan kembali Neal.

"Anda tahu? Mempermainkan panggilan darurat merupakan pelanggaran hukum.."

Neal terbatuk dan memuncratkan air dari mulutnya. Orang itu berdiri, merampas telepon genggam dari tanganku dan menjawab semua yang dibutuhkan. Lokasi, peristiwa yang terjadi, dan permintaan secepatnya. Aku masih mematung.

Orang itu kemudian menyampirkan jaketnya yang beraroma khas ke bahuku. Aku menatap mata kelabunya dalam-dalam. Lalu orang itu berkata

"Raellene, apa kau baik-baik saja?"

***

Situasi setelahnya bisa dibilang cukup kacau. Panggilan darurat tiba tidak lama setelah telepon dimatikan dan memberi Neal bantuan yang ia harus dapatkan. Tapi, ia mungkin tidak akan selamat apabila Val tidak datang tepat waktu untuk menolongnya. Neal pun sekarang sudah dibawa ke rumah sakit terdekat.

Kami sedang duduk di belakang mobil ambulans dan keheningan yang menyelimuti kami membuatku tidak nyaman.

"Darimana kau.."

"Aku merasakannya. Pemunduran waktu, aku merasakannya" potong Val, suaranya terdengar letih

"Kenapa kau bisa sampai kesini?"

"Ini jalan menuju rumahku Rae..." Yang menjelaskan perasaanku yang familier tentang lingkungan ini.

"..aku melewati dirimu dengan dia sedang menuruni lereng menuju sungai..." Yang menjeleskan tentang bayangan hitam yang kulihat yang ternyata motor milik Val. "Aku tidak menyangka kalau kau akan...celaka"

"Aku sedang dalam perjalanan lalu aku merasakannya. Karena itu kembali, melihat dirimu yang terbaring di pinggir sungai menatap punggungnya. Kau mati sebelumnya, artinya kau tidak bisa berenang. Dan kalau aku tidak menyelamatkannya entah berapa kali kau akan mengulang kematian yang sama"

Reversed TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang