Enam

2.4K 196 2
                                    

Val ada disini.

Ia berdiri di depan pintu. Menggenggam bunga-bunga berwarna biru gelap. Mata kelabunya bergerak-gerak menatapku. Namun ada sesuatu yang berbeda.

Ia tampak tidak nyaman.

Aku menelan ludah, berupaya untuk melontarkan kata-kata. 'Hai apa kabar? Bagaimana keadaanmu? Kau kelihatan keren' atau kalimat apa saja asalkan aku tidak terlihat bodoh

"Jam besuk sudah lewat" Apa yang kukatakan? Seakan-akan aku ingin mengusirnya. Aku mengutuki diriku sendiri

"Maaf.."

"Tunggu, maksudku.. Bagaimana kau bisa masuk ke kamarku karena jam besuk sudah lewat" Aku buru-buru membetulkan perkataanku sebelum ia berprasangka buruk

"Well, pelayanan di rumah sakit bisa dibilang cukup payah. Tidak ada yang menjaga di resepsionis jadi aku langsung masuk saja"

"Darimana kau.."

"Chelsea yang memberitahuku letak kamarmu. Sebenarnya aku ingin pergi besok. Tapi, katanya kau akan pulang. Jadi.." Val terdiam sebentar. Tampak mengatur napasnya. 'Orang tuamu?"

"Di rumah" jawabku "Rumahku kebanjiran. Dad membiarkan keran menyala dan lupa menguncinya. Mereka harus pulang membereskannya" aku menambahkan. Aku tidak mau terkesan menyedihkan di mata Val, bahwa malam terakhirku dan tidak ada yang menemani. "Sebenarnya aku akan pulang 2 hari lagi. Tapi ibuku menyarankan agar aku pulang saja"

Val mengangguk singkat. Kemudian mengangkat buket bunga yang dipegangnya sambil menaikkan sebelah alisnya. Aku langsung mengerti maksudnya. Aku buru-buru berdiri hendak menerima buket tulip itu ketika aku ambruk ke lantai. Terlalu banyak tidur membuat keseimbanganku rapuh.

Val segera menjatuhkan bawaannya dan membantuku berdiri. Kami bertatapan dan jantungku berdebar-debar. Tapi kemudian Val membuang mukanya seakan-akan jijik melihatku. Aku menelan ludah, menyembunyikan kekecewaanku. Sambil memandang balon gas yang perlahan-lahan melayang di plafon kamarku, aku mencoba berdiri

"Maaf..kurasa kakiku belum terbiasa" kataku sesudah Val mengantarku kembali ke tempat tidur. Ia kembali, memungut buket tulip yang terjatuh dan meletakkannya di sampingku. Ia memperhatikanku sesaat. Membuka mulutnya seakan ingin mengatakan sesuatu. Tapi tidak ada yang terjadi. Ia hanya memandangi balon putih itu yang menggantung di langit-langit

"Kenapa repot-repot menjengukku? Toh kau sudah datang waktu itu" aku tidak tahan lagi untuk menanyakannya. Sikapnya terlalu membingungkanku.

"Aku cuma ingin berdua denganmu..." katanya pelan. Ia masih memandang balon tersebut. "...ada yang ingin kutanyakan"

Jantungku memburu dan aku yakin pipiku sudah merona hebat. Aku memainkan jari-jariku menghilangkan kegugupanku. Sebelum akhirnya memberanikan diri bertanya

"Apa itu?"

Val menoleh ke arahku. Tatapannya lurus ke arahku. Seperti mencari sesuatu di pikiranku

"Siapa kamu?"

Aku terkesiap. Oke, bukan jawaban yang kuharapkan. Aku hanya membentuk bibirku menjadi 'Ha?' yang lebar.

Ia tampak ragu. Bibirnya berkedut dan ia menarik napas teratur "Kita belum berkenalan dengan baik" katanya

Aku menyimpulkan senyum tipis "namaku Raellene Sullivan dan kau Vaclav Sewell. Kurasa kita sudah jelas disini" Tiba-tiba aku merasa dipermainkan.

Val mengalihkan pandangannya. Menunjuk plafon dan tertawa kecil "Maaf"

"Tidak masalah. Petugas rumah sakit akan mengatasinya" kataku skeptis "lebih baik kau pulang. Sudah cukup larut"

Val mendekatiku. Walau dalam mengambil setiap langkah maju, aku bisa melihat ia mengalami dorongan hebat untuk membalikkan badan dan pergi, tapi ia tetap menghampiriku.

Reversed TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang