Tujuh

2.3K 189 2
                                    

"Jadi... ia benar-benar mengunjungimu?" Amy menimang-nimang buket bunga tulip biru pemberian Val. Aku mengangguk.

"Sudah kuduga! Ia menyukaimu.." Chel tersenyum senang kemudian menepuk pundakku seakan-akan memberi selamat. Aku merasakan pipiku yang mulai memerah.

"Hanya karena ia memberimu bunga bukan berarti ia menyukaimu kan?" Amy membuyarkan mimpi indahku. "Mungkin ini merupakan...tanda pertemanan kan?" Ia menyelesaikan kesimpulannya.

Ia menciumku! Aku menjerit dalam hati. Aku mempertimbangkan apakah kejadian itu harus kuceritakan atau tidak. Melihat dari antusiasme Chel dan dinginnya sikap Amy akhirnya aku mengurungkan niatku itu.

"Ia juga membawa balon gas." tambahku. "Namun terlepas dan tertinggal di kamar rumah sakit" aku menjawab tatapan tanya dari mereka berdua.

"Lihat? Balon gas... Demi Tuhan Amy, ia membawa balon gas!!" Chel bersikap seolah itu adalah sebuah pernyataan cinta atau semacamnya

"Ya ya terseralah" Amy memutar bola matanya. "Menurutku itu bukan apa-apa"

"Hiburlah pasien kita yang satu ini. Kau ini benar-benar tidak romantis"

"Aku hanya mengutarakan pendapatku kan..?!"

"Cukup!" Aku mengambil alih pembicaraan. Kepalaku pening mendengar perdebatan mereka.

"Aku mengerti maksudmu Amy, kau tidak ingin aku bermimpi terlalu jauh.." Amy tersenyum

"Terima kasih"

"Dan Chel.. aku..." Belum selesai aku menyelesaikan kalimatku, pintu kamarku terbuka dan sosok Mom muncul di ambang pintu.

"Maaf mengganggu kalian, tapi ini sudah cukup larut. Menurut dokter, Rae harus banyak istirahat"

Amy dan Chelsea segera bangkit dan bergegas menuju pintu.

"Sampai jumpa. Semoga kau cepat sembuh dan kembali ke sekolah" kata Amy sebelum menghilang.

"Kami akan merindukanmu" tambah Chelsea. Kemudian pintu ditutup.

Aku menghempaskan tubuhku ke tempat tidur. Pikiranku melayang ke malam itu dan kata-kata Chel terngiang di telingaku

Ia menyukaimu

***

Pintu kembali terbuka. Kali ini Mom memasuki kamarku. Memeriksa suhu tubuhku dan memberiku obat. Aku menikmati seluruh curahan perhatian yang diberikan Mom padaku. Ia berdiri dan menatapku.

"Apa?"

"Aku hanya lega kau baik-baik saja. Aku tidak akan memaafkan diriku bila sesuatu terjadi padamu" raut wajahnya seperti hampir menangis.

"Mom. Aku baik-baik saja. Sungguh"

"Kau mandi darah Rae! Itu tidak baik-baik saja. Ibu macam apa yang senang menerima telepon dari rumah sakit dan mendapat kabar putrinya mandi darah?!"

Ini dia. Omelan yang sudah kuramalkan. Mom hebat juga menahan amarahnya selama aku dirawat di rumah sakit. Padahal sebelumnya ia terlihat tenang menanggapi musibah ini.

"Kuharap kau belajar banyak dari pengalaman ini Rae. Meskipun kau seorang Underhand, bukan berarti kau akan aman dari segala macam bencana" Mom bersedekap "dan ini merupakan kegiatan sekolahmu yang pertama dan terakhir. Jangan harap kau mendapat izin dariku lagi Ms. Sullivan"

Aku melengos dalam hati "Oke Mom. Aku mengerti"

Ia menghampiri tempat tidurku dan memelukku dengan erat. Aku membalas pelukannya dan aku merasakan perasaan yang hangat mengaliri tubuhku

"Kau harus melihat ayahmu. Ia tampak seperti kehilangan sebagian jiwanya" kata Mom

Aku mencoba membayangkannya dan yang pertama kali terbersit di ingatanku adalah kematian Domino, anjing Labrador yang menjadi peliharaan orangtuaku ketika mereka masih pasangan baru. Domino sudah berumur 3 tahun ketika aku lahir dan kami tumbuh bersama-sama dan aku melihat bagaimana anjing kuning besar itu menjadi bagian dari keluarga kami.

Domino meninggal di suatu malam di musim dingin pada saat aku berumur 8 tahun. Saat itu ia sudah menjadi anjing tua yang sakit-sakitan dan kami -terpaksa- harus menidurkannya. Dan saat Domino sudah pergi selama-lamanya, aku merasa seperti kehilangan sesuatu yang berharga dan Dad...Dad menangis tersedu-sedu. Tentu saja, baginya Domino bagaikan anak sulungnya dan kehilangan anak tentu amat menyakitkan.

Dan saat mendengar anak bungsunya meledak oleh darah tentu saja mampu membuat ayahku merasa seperti kembali ke dokter hewan dan melihat si tua Domino terbaring tak bernyawa. Hatinya terkoyak.

"Sudah larut Rae. Kau sebaiknya beristirahat" Mom membuyarkan lamunanku

Aku mengangguk dan Mom berdiri untuk mematikan lampu sebelum keluar dari kamarku

"Sekarang tidurlah. Selamat malam"

"Selamat malam." balasku dan bergelung dalam selimut. Ketika aku mendengar suara pintu ditutup dan memastikan suara langkah kaki yang menjauh, aku yakin Mom sudah pergi. Aku segera menyingkirkan selimutku dan mencari-cari di kolong tempat tidurku.

Aku yakin Amy melempar buket bunga itu ke sini saat Mom tiba-tiba muncul. Aku menggapai-gapai dalam gelap saat aku mengelus kelopaknya yang halus. Ini dia, pikirku senang. Aku langsung menariknya, menaruhnya dengan lembut di balik boneka kesayanganku.

Kutatap warna biru tulip itu yang sudah bercampur dalam gelapnya ruangan kamarku sebelum akhirnya aku hanyut ke dalam mimpi.

***

Kembali ke sekolah setelah 3 hari menghabiskan waktuku dengan bermalas-malasan di rumah merupakan hal yang paling tidak kusenangi. Tidak ada lagi tempat tidur, tidak ada lagi sarapan bak ratu, tidak ada lagi nonton tv seharian.

Dan hari ini diawali dengan perjalanan ke ruang kepala sekolah dan ceramah singkat dari Mrs. Quell yang benar-benar tidak senang dengan insiden ini. Mereka bahkan hendak memberikanku sebuah tanda pengenal khusus agar aku tidak mengalami tekanan berat selama pelajaran. Untung saja aku berhasil meyakinkan mereka bahwa aku baik-baik saja.

Aku melangkah keluar dari kantor kepala sekolah, lelah dengan semua nasihat yang terlontar dari mulut guru sejarahku itu. Selain itu aku juga bisa mendengar bisik-bisik yang ada di sekitarku dan tatapan-tatapan heran dan jijik yang jelas ditujukan padaku

'Ia berdarah waktu itu. Seperti cerita Carrie oleh Stephen King'

'menjijikan sekali. Kurasa ia dikutuk atau semacamnya'

'Kudengar ia memiliki penyakit aneh seperti takut berlebih'

'Mungkin penyakitnya dari hasil percobaan kimia dari sebuah lab'

'Atau mungkin ia seorang penyihir'

Aku mendesah dan mengeluh dalam hati betapa anak-anak muda jaman sekarang terlalu banyak menonton televisi. Kulirik salah seorang dari mereka dan mengenali Susan yang terkejut sampai terlonjak mundur sebelum memasang tampang angkuhnya dan melangkah pergi.

'Penyihir' bisiknya tajam

Aku mengacuhkan kata-kata mereka dan melanjutkan langkah kakiku ke kelas. Dan saat itulah jantungku berdebar kencang.

Val berdiri di balik lokernya melihat langsung ke arahku. Ketika ia menyadari bahwa aku memandanginya, ia langsung membuang muka. Aku hendak menghampirinya namun lenganku sudah disambar oleh Amy yang langsung mengomel karena aku sudah terlambat masuk kelas dan ia disuruh untuk mencariku.

Ketika aku berbalik mencari sosok Val, ia sudah menghilang.

Reversed TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang