Prolog

39.9K 1.2K 5
                                    

Suasana jalan yang ramai membuat seorang ibu-ibu hamil susah untuk menyebrang. Ia menoleh ke kanan dan kiri untuk melihat keadaan jalan. Ketika sudah lenggang, ia sedikit berusaha berlari supaya cepat sampai seberang jalan. Naasnya, ada sebuah mobil melaju kencang dari sisi kanannya. Ibu-ibu tadi berusaha menambah kecepatan larinya, namun tidak bisa. Ia berusaha untuk cepat menjauh dari sana.

Dari seberang, seorang gadis bercadar dengan seragam SMA-nya menatap heran ke arah ibu-ibu tadi. Saat ia menoleh ke arah jalan, ia refleks berlari dengan kencang menuju ibu-ibu tadi.

"Ya Allah, Ibu awas," teriaknya.

Ia berusaha menambah kecepatan larinya dan melempar tasnya ke sembarang arah. Dengan cepat, ia sedikit memeluk ibu-ibu hamil tadi untuk melindunginya.

Brakkk

Semua orang terkejut mendengar suara itu. Mereka dapat melihat kedua perempuan saling memeluk tengah terpental.

"Innalillahi."

Gadis dengan seragam SMA tadi berusaha memeluk ibu-ibu hamil tadi dengan erat. Takut terjadi sesuatu dengan dede bayinya.

"Ibu jangan khawatir, ada Allah," bisiknya lirih. Setelah itu, ia menutup matanya karena kepalanya terbentur.

Ibu-ibu tadi merasakan nyeri yang amat sangat sakit di perutnya. Ia berusaha untuk melihat gadis yang telah membantu dirinya. "Terimakasih," batinnya.

Suasana semakin riuh. Ada yang sibuk memanggil ambulance, ada yang sibuk membantu korban, dll. Sampai akhirnya ada seorang lelaki yang umurnya sekitar 40 tahun berlari mendekati ibu-ibu hamil tadi.

"Ma, ya Allah," ucapnya sendu dengan mata memerah. "Tolong bantu saya buka pintu mobil." Ia lantas menggendong sang istri menuju mobil dan dengan cepat mengendarai ke rumah sakit.

Sang gadis? Ia sudah di bawa para ibu-ibu ke dalam ambulance untuk segera menuju rumah sakit terdekat.

Sesampainya di rumah sakit, sang gadis di larikan ke UGD. Mereka juga sudah menghubungi keluarganya. Berbeda dengan nasib Ibu hamil tadi, ia harus melakukan operasi supaya sang anak bisa terselamatkan.

Sudah sekitar 2 jam, namun ruang operasi masih setia tertutup dan belum ada tanda-tanda selesai. Seorang laki-laki remaja berlari ke arah sang Papa.

"Pa, Mama baik-baik aja, kan?" tanyanya.

Sang Papa menggeleng lesu. "Mama kamu masih di dalam."

"Arrgghh!! Mama nggak boleh pergi," ujarnya frustasi.

Beberapa saat kemudian, lampu ruang operasi telah mati. Pintu terbuka menampilkan sang dokter dengan wajah lelahnya.

"Kami benar-benar minta maaf. Sepertinya, Ibu Anita sudah menyerah, dia tidak ingin berjuang lagi. Sekitar satu jam tadi, Ibu Anita sadar dan meminta maaf karena dia ingin istirahat dengan tenang. Dia juga menulis sebuah surat."

Dokter tadi mengulurkan sebuah surat. "Untuk bayinya, alhamdulilah masih selamat. Tetapi harus melakukan beberapa perawatan terlebih dahulu. Sekali lagi saya minta maaf, karena saya sudah berusaha, namun Allah lebih sayang Ibu Anita."

Dokter tadi berlalu dari hadapan kedua lelaki berbeda umur yang sedang berdiri kaku. Ketika suster keluar dengan mendorong brankar, keduanya langsung memeluk seseorang yang tengah tidur dengan kaku tersebut.

"Mama kenapa tinggalin Papa?" bisiknya pelan.

Sedangkan anak laki-laki tadi hanya menangis dalam diam. Ia tidak ingin terlihat lemah. "Mama jahat, Mama tinggalin Al."

Dengan perlahan, lelaki paruh baya tersebut melepaskan pelukannya. "Papa ada urusan sebentar, kamu bantu mereka buat antar Mama kamu ke rumah."

Lelaki remaja tadi hanya mengangguk sekilas. Laki-laki yang sudah berkepala empat tadi berjalan menjauh dari sang istri dan anak. Ia akan membuka surat dari sang istri.

 Ia akan membuka surat dari sang istri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Papa menghela nafas pelan. Tidak! Ia tidak boleh menangis. Jika ia menangis, itu akan percuma. Kemudian ia melangkahkan kakinya menuju ruang rawat untuk melihat gadis yang menolong sang istri. Setelah bertanya kepada resepsionis, ia segera menuju ruangan tersebut.

Tok tok tok

Setelah beberapa kali mengetuk, akhirnya seorang pria yang mungkin seumuran dengan dirinya membuka pintu.

"Ada apa?" tanyanya.

"Boleh saya masuk?"

Pria tadi menoleh ke dalam, lalu menggeleng. "Maaf, putri saya sedang tidak memakai cadarnya, jika ingin berbicara di kursi depan saja."

"Baiklah, mari kita bicara."

Akhirnya kedua pria itu pun membicarakan sesuatu di depan ruang rawat.

"Baik, akan saya izinkan jika saya merasa cocok dengan putramu."

"Ya, akan saya coba merubah putra saya."

Pembicaraan keduanya berakhir dengan sebuah kesepakatan. Kesepakatan untuk masa depan anak mereka.

...

TBC

Alzam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang