Di sebuah kamar bernuansa putih itu terlihat seorang gadis yang duduk di hadapan cermin dengan gugup. Jantungnya berdebar dengan kencang, seolah ia baru selesai lari maraton.
Menarik nafas dan membuangnya, ia lakukan berulang kali untuk mengurangi rasa gugupnya. Namun, bukannya berkurang justru bertambah kala ia mendengar deru mobil yang memasuki halaman rumahnya.
"Dhira."
Panggilan itu membuatnya menoleh, menatap sang Ummah yang berjalan mendekat padanya.
"Jangan gugup, kamu bisa memberi jawaban sesuai hati kamu. Ingat, Ummah tidak memaksa," nasihat Ummah dengan tangan yang mengelus pundak Dhira.
Menarik nafas sekali lagi, Dhira sudah yakin dengan keputusan nya. Semoga pilihannya benar dan tidak salah.
"Pakai cadarnya gih, bentar lagi turun," ucap Ummah.
Kepala Dhira mengangguk sebagai jawaban. Meraih cadar dan mulai memasangnya dengan rapi. Netranya menatap pantulan dirinya di cermin, terlihat biasa saja. Memang, karena dirinya tidak memakai make-up apa pun.
"Ummah, Dhira deg-degan," ujarnya dengan menyentuh dada bagian kirinya yang berdetak lebih cepat dari biasanya.
Mendengar ucapan Dhira, Ummah tertawa pelan. "Nggak pa-pa, mereka nggak makan kamu kok," balasnya di barengi candaan.
"Ummah," rengeknya kesal.
"Haha, udah, turun aja yuk!" ajaknya.
Menarik nafas dan membuangnya dengan perlahan. Ia sudah memiliki jawaban, tidak perlu khawatir.
.....
"Assalamualaikum," salam seseorang dengan suara khasnya, tegas.
"Wa'alaikumussalam," balas satunya dengan membuka pintu utama rumahnya.
Senyum keduanya tersungging kala saling menatap satu sama lain.
"Akhirnya sampai, masuk-masuk." Ia mempersilakan tamunya untuk masuk ke ruang tamu. Netranya menatap ke arah luar, dan tak menemukan siapa pun. Mengedikkan bahu, dan berlalu menyusul tamunya.
"Maaf, Fadlan, putra saya sedang dalam perjalanan."
Bibir Fadlan membentuk 'O' seraya manggut-manggut, tanda ia mengerti. Keduanya lanjut membahas bisnis sebelum acara inti di mulai. Biasa, pebisnis topik obrolannya pasti mengenai bisnis.
Tok tok tok
Suara ketukan tersebut membuat atensi kedua pria paruh baya itu beralih pada seorang pemuda yang tengah berdiri di depan pintu. Pemuda tersebut hanya diam, menunggu di persilahkan untuk masuk. Tak ada niat untuk mengucapkan salam atau yang lainnya, wajahnya juga datar.
"Al, sampai juga kamu. Sini, masuk aja!"
Mendengar instruksi dari sang Papa, pemuda tadi berjalan masuk dengan satu tangan yang di masukkan dalan saku celana. Tatapan tajamnya serta wajah datar sudah menjadi ciri khasnya, membuat sang Papa mengelus dada.
"Salim!"
"Ya."
Pemuda tadi mendekat ke arah Fadlan, mengambil tangannya dan menciumnya. Setelah selesai, tatapannya beralih pada sang Papa dengan alis yang di naikkan satu.
"Duduk di samping Abi saja," seru Fadlan ketika melihat pemuda tadi hanya berdiri.
Tanpa berucap apa pun, pemuda tadi langsung duduk di samping Fadlan. Wajahnya tetap datar, tak ada raut selain itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alzam (END)
Teen FictionBUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA. TETAP JADIKAN AL-QUR'AN SEBAIK-BAIKNYA BACAAN. .... Kisah antara dua remaja yang bersatu karena adanya perjodohan. Awalnya hanya sifat dingin dengan sikapnya yang tiba-tiba, namun seiring berjalannya waktu sifat di...