33. Berkumpul

9.3K 550 13
                                    

"DHIRAA."

Suara melengking itu membuat atensi Dhira teralihkan. Bibirnya tersungging melihat kedua sahabatnya yang berdiri di depan pintu rumahnya. Setelah dari danau tadi, Dhira dan Alzam sempat ke rumah Oma untuk memastikan jika Dhira baik-baik saja. Dilanjut ke rumah orang tua Dhira dan langsung pulang menuju rumah keduanya.

Tidak Dhira sangka jika kedua sahabatnya beserta sahabat suaminya sudah stay menunggu dirinya. Tak bisa dipungkiri jika hatinya bahagia. Melihat wajah dua gadis yang selalu bersamanya kini tengah tersenyum menatap dirinya.

"Ya ampun, lo baik-baik aja, kan?" tanya Fellin yang langsung memutar-mutar tubuh Dhira, memastikan tubuh sahabatnya itu itu tak kurang satu pun.

"Iya, alhamdulilah aku baik-baik aja."

Terdengar helaan napas lega dari Fellin. Gadis dengan wajah yang sedikit pucat itu tersenyum. "Adik gue nggak ngapa-ngapain, kan?"

Dhira tersenyum lalu mengangguk. "Iya, dia cuma minta maaf sama aku."

"Bener?" Kali ini Cellyn menyahut. Gadis dengan balutan sweater dan celana jeans itu menatap sahabatnya dari atas sampai bawah.

"Iya."

"Syukur deh," ucap Fellin yang kemudian memeluk Dhira erat. Dalam hati gadis itu mengucap kata maaf berulang kali. Dirinya gagal menjaga sahabatnya sekaligus gagal mendidik adiknya.

Melihat itu, Cellyn tak berniat ikut memeluk. Biarlah dua sahabatnya itu saling menenangkan perasaan masing-masing. Berbeda dengan para laki-laki yang hanya diam dipijakannya. Tak ada yang bergerak atau pun membuka suara.

"Kalian, kenapa nggak ada yang buka suara?" tanya Dhira diiringi kekehan ringan. Membuka pintu dan mempersilahkan semuanya untuk masuk.

"Kabar kalian semua gimana?"

Suara Dhira memecah keheningan yang sempat tercipta. Membuat seluruh atensi semua orang teralihkan pada gadis yang membawa nampan berisi minum itu.

"Jaga pandangan!" cetus Alzam. Seperti biasa, tidak ada nada dalam ucapan tegas itu.

"Liat bentar doang, Al," Cakra membuka suara. Entahlah, laki-laki itu terlihat lebih pendiam akhir-akhir ini.

Alzam tak menjawab, laki-laki itu bergeser untuk memberi ruang sang istri untuk duduk. Tentu hal itu tak luput dari pandangan semua yang ada di ruang tamu itu, membuat mereka diam-diam tersenyum.

"Kabar gue baik, Dhir, cuma ya itu," Cellyn menggantung ucapannya dengan manik mata yang melirik ke arah Jean. Lelaki yang menyandang status sebagai kekasih Cellyn itu duduk dengan wajah datarnya, membalas lirikan Cellyn dengan manik tajamnya.

"Je, lain kali jangan kau kurung terus si Cellyn, dah putih bener kulitnya," celetuk Akbar. Lelaki yang biasanya selalu bercanda dan adu mulut dengan Cakra itu sedikit berubah. Sikapnya yang dulu selalu urakan menjadi lebih baik. Entahlah, sepertinya mereka sudah insyaf.

Dhira tersenyum. Ingat sekali setiap memiliki rencana berkumpul setelah kelulusan, Cellyn selalu bilang 'tidak bisa'. Dan jawabannya ada pada Jean. Lelaki itu tidak mengizinkan sang kekasih untuk sekedar keluar rumah, sekalinya keluar selalu dalam pengawasannya.

"Tau tuh, suka bener ngurung gue," keluh Cellyn. Bukannya tak suka, tapi semenjak itu dirinya tidak bisa bebas. Semua ruang geraknya dibatasi dan diatur oleh lelaki itu, membuatnya kesal bukan main.

Sedangkan sang pelaku hanya menatap Cellyn, manik tajam lelaki itu terpaku pada sosok gadisnya. Wajahnya tetap datar, tak menggubris segala ucapan demi ucapan teman-temannya.

Alzam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang