"Cell, kemarin gue lihat lo sama cowok, siapa?" tanya Fellin.
Cellyn yang tengah melamun tersentak kaget. Ia menatap Fellin sebentar dan beralih menatap Dhira. Melihat wajah keduanya yang sama-sama terlihat ingin tahu membuatnya menghela napas.
"Dia... Jean," balasnya pelan. Sekelebat bayangan kejadian kemarin menghampiri benaknya, membuatnya lagi-lagi harus menghela napas.
"Jean?" beo Dhira pelan. "Jeandra?"
Cellyn tentu terkejut ketika mendengar jika Dhira mengenal Jeandra. Apalagi ia belum cerita pada Dhira. "Lo tau?" tanyanya.
Dhira menganggukkan kepalanya. "Cuma tahu nama aja, soalnya kemarin sempet denger Alzam telfon sambil nyebut nama itu," balasnya menyengir. Tentu ia merasa sedikit bersalah karena menguping, tapi itu tidak sengaja.
Fellin yang tidak mengenal siapa Jeandra semakin kepo, ditambah Dhira yang tahu. "Jean? Perasaan lo nggak pernah deket sama cowok deh," celetuknya.
"Awal tahun kemarin, inget?"
Otak Fellin terputar pada kejadian beberapa bulan lalu, dimana ia dan Cellyn mengalami kejadian sedikit tak terduga. Dan beruntungnya ada yang mau membantu mereka.
"Dia?" tanyanya sedikit tak percaya.
Cellyn mengangguk kaku. Kejadian beberapa bulan lalu yang membuat ia harus terikat dengan seseorang yang bernama Jeandra itu. Tak ada niat untuk menjalin hubungan, namun Jeandra bukan cowok biasa yang akan menyerah begitu saja. Hal itu yang membuatnya sedikit malas jika berhubungan dengan Jeandra.
"Emang Jean itu siapa? Kemarin Alzam juga sempet bilang kalo dia temen Alzam," seru Dhira.
"Jean emang temen Alzam, dia yang bikin gue harus berurusan sama Alzam," jawab Cellyn mantap. Saat menjelaskan masalah beberapa hari lalu memang ia tidak membawa tentang Jean, alasannya cukup mudah, karena malas.
"Cellyn kenal Alzam udah lama?" Dhira bertanya dengan lembut, takut menyinggung Cellyn.
Kedua mata Cellyn menatap atas, seolah berpikir. "Mungkin sekitar empat bulan," sahutnya sedikit ragu.
"Berarti nggak lama sama acara nikahan aku dong."
"Iya kayaknya."
Fellin diam, sepertinya ia harus mencari cowok juga, takut iri. Wahai pangeran berkuda putih, bisakah kau menjemput prinsess ini? Teriaknya dalam hati.
.....
"Je."
Panggilan itu berhasil membuat cowok itu menoleh. Cowok dengan kaos yang terbalut jaket hitam itu mengangkat sebelah alisnya ketika melihat siapa yang datang.
"Masalah?" tanya seseorang tadi.
Cowok itu melangkah mendekat, mendudukkan dirinya di kursi depan orang yang memberinya pertanyaan itu. Menatap kedua mata yang sama-sama tajam seperti matanya, ia mengangguk.
"Je," ulang seseorang tadi yang tidak mendapat penjelasan apapun dari cowok dihadapannya itu.
Akhirnya setelah beberapa menit terdiam ia menjawab, "Nggak sekarang."
Lewat tatapan saja keduanya sudah bisa saling memahami satu sama lain. Sifat irit bicara, ditambah sifat dingin yang sudah mendarah daging membuat keduanya bisa saling memahami tanpa membuka mulut. Cukup dengan isyarat mata yang entah kapan mereka mulai.
"WOY!" teriak beberapa cowok lainnya dari pintu yang dibuka dengan kasar.
"Buset, ngomong gitu doang?" heran Cakra melihat dua orang itu yang hanya saling menatap dengan wajah datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alzam (END)
Teen FictionBUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA. TETAP JADIKAN AL-QUR'AN SEBAIK-BAIKNYA BACAAN. .... Kisah antara dua remaja yang bersatu karena adanya perjodohan. Awalnya hanya sifat dingin dengan sikapnya yang tiba-tiba, namun seiring berjalannya waktu sifat di...