Alzam terdiam melihat tubuh kaku yang kini terbaring di depan matanya. Baru beberapa minggu berlalu atas kejadian mengenaskan itu, kini dirinya kembali berduka. Bukan lagi kekecewaan yang ada, melainkan sebuah rasa kehilangan yang sangat teramat. Wajah yang biasanya datar itu kini menyendu seiring air mata yang menggenang di pelupuk mata.
Tidak dihiraukannya banyak pasang mata yang menatapnya iba, juga beberapa suara yang memberikan ucapan berduka. Alzam masih terdiam, termenung memikirkan segala hal yang terjadi kemarin. Tepat sesaat setelah ia berbaikan dengan sahabatnya, Papanya menelfon dan memberi kabar yang sangat mengejutkan. Seakan belum berakhir di sana, kabar buruk kembali didapatkan nya ketika tengah malam tiba. Baru beberapa menit mata terpejam, Alzam harus kembali terjaga ketika mendengar kabar yang begitu membuatnya lemas tak berdaya.
Mamanya pergi. Selamanya.
Benar, kini rumah megah keluarga Al-Rasyid ramai orang berdatangan untuk mengucapkan bela sungkawa. Bahkan halaman luas itu sudah penuh dengan karangan bunga. Tetapi, dibalik itu semua, keadaan dua laki-laki beda generasi itu terlihat memprihatinkan.
Dua pasang mata itu sama-sama memerah dengan genangan air mata. Keduanya tampak kusut, rambut yang acak-acakan dan pakaian yang jauh dari kata rapi. Perempuan yang amat sangat mereka sayangi pergi tanpa sedikitpun memberi celah untuk mereka istirahat. Kabar dimana sosok wanita hamil itu kecelakaan sudah membuat separuh nyawa mereka seakan hilang, ditambah kabar kembalinya wanita itu tepat setelah berhasil melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki-laki dengan sehat.
"Al," Meski sedikit pening karena belum makan apa pun dari kemarin sore, Arfan menyempatkan untuk sekedar mengingatkan putranya makan. "Makan, kamu belum makan dari kemarin. Jangan sampai kamu sakit."
Tentu telinga Alzam mendengar itu semua, hanya saja laki-laki itu lebih memilih diam dengan mata fokus menatap Mamanya. Kenapa perempuan yang benar-benar ia sayang harus pergi secepat ini? Perempuan yang akan selalu membuka kedua tangannya untuk menyapa Alzam ketika pulang sekolah. Perempuan yang akan berteriak sekedar memanggil untuk makan malam dan sarapan. Perempuan yang selalu menyapa pagi Alzam dengan senyuman manisnya. Dan perempuan yang selalu berhasil menenangkan hati Alzam.
"Pa, Mama bener-bener pergi?" Sontak pertanyaan dari Alzam itu berhasil membuat beberapa pasang mata menatapnya. Ada rasa sedih menyelimuti hati Arfan. Putra laki-lakinya yang selalu terlihat kuat kini menangis tersedu di samping tubuh kaku ibunya. Meminta agar wanita itu membuka kedua matanya. Sesak, dada Arfan sesak mendengar itu semua.
"Al, ikhlasin Mama, ya? Kasian Mama kalau kamu tangisin terus, jalannya nanti berat." Meski Arfan ingin menangis, melampiaskan semua rasa sakit dan sesak di dadanya, pria itu berusaha tegar untuk menenangkan putranya.
Kemarin siang, sebelum kecelakaan Anita—Mama Alzam—terjadi, Arfan sempat membaca pesan bahagia dari putranya. Katanya, 'Pa, Alzam udah dimaafin sama Ade sama Mamanya. Mereka juga udah ikhlas, Pa. Hati Alzam bahagia banget, sampai rasanya mau nangis. Tapi, nggak tau kenapa perasaan bahagia Alzam hilang waktu Mama nggak bales chat Alzam. Mama baik-baik aja 'kan, Pa?'
Setelah membaca itu, Arfan tersenyum haru. Perjuangan putranya untuk meminta maaf selama hampir 3 bulan tidak sia-sia. Iya, Alzam bahkan rela setiap pulang sekolah langsung menuju makam adik Adelard untuk meminta maaf, baru laki-laki itu lanjut ke rumah Adelard. Meski terselip rasa takut, laki-laki itu selalu berusaha. Dan nyatanya usaha tidak pernah mengkhianati hasil. Namun naas, kebahagiaan Alzam langsung hilang ketika mendengar kabar Mamanya. Seakan belum usai segala cobaan dari Allah.
"Ma, Alzam padahal mau kasih tau Mama kalau Alzam berhasil dapat maaf dari keluarga Ade. Rasanya Alzam bahagia, tapi kenapa Mama harus pergi waktu Alzam bahagia?" Di sana, terselip nada sedih yang terdengar memilukan bagi siapa pun yang mendengar. Terlebih teman Alzam yang sedari tadi menatap laki-laki itu dari kejauhan. Sosok yang selalu berwajah datar dan tenang itu, kini menangis dengan suara seperti tidak ada semangat hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alzam (END)
Teen FictionBUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA. TETAP JADIKAN AL-QUR'AN SEBAIK-BAIKNYA BACAAN. .... Kisah antara dua remaja yang bersatu karena adanya perjodohan. Awalnya hanya sifat dingin dengan sikapnya yang tiba-tiba, namun seiring berjalannya waktu sifat di...