18. Gadis Saya

13.6K 829 12
                                    

"Alzam mana, sih? Katanya suruh cepet-cepet, tapi dia malah ngilang." Dhira terus menggerutu seraya membenahi khimarnya yang sedikit miring.

Ketika berbalik, ia tersentak melihat Alzam yang sudah berdiri tepat di belakangnya dengan kedua tangan yang dimasukkan dalam saku celananya. Tak lupa tatapan datar ia dapatkan, membuatnya menyengir.

"Hehe, udah lama di sini?" tanyanya kikuk.

Bukannya menjawab, Alzam justru menggenggam tangan Dhira dan menariknya keluar kamar. "Nanti jangan banyak bicara."

Kening Dhira berkerut bingung, walau begitu ia tetap mengangguk. Saat sudah sampai di dalam mobil, Dhira menepuk dahinya karena lupa membawa tas. "Alzam, tas Dhira lupa," ucapnya dengan lirih di akhir.

Ia menatap Alzam tak percaya, bagaimana tas nya bisa berada di suaminya itu? Seingatnya, terakhir kali ia taruh di atas ranjang. "Kok bisa ada di kamu?"

"Bisa."

Dhira mendengus mendengar balasan singkat dari Alzam. Ia mengambil tas itu untuk melihat isinya. Dan lagi-lagi ia terkejut, isinya sesuai dengan kebutuhannya.

"Ini siapa yang nyiapin?" gumamnya bingung. Lalu pandangannya jatuh pada Alzam yang fokus menyetir. Apakah suaminya itu yang menyiapkan ini? Dan, bagaimana Alzam bisa tahu isi tas yang biasa ia bawa?

Berusaha mengusir segala pemikiran itu, ia lebih memilih menyandarkan kepalanya untuk tidur sejenak. Jika kalian tanya ini jam berapa, ini masih sangat pagi. Waktu masih menunjukkan pukul 05.23, dan Alzam tiba-tiba mengajaknya untuk ke acara keluarga mertuanya yang diadakan di luar kota.

Saat berhenti karena lampu merah, Alzam menoleh karena tak mendengar ocehan Dhira sama sekali. Seketika senyum tipis terbit di bibirnya. Ia memposisikan kepala Dhira untuk bersandar pada bahunya. Tangannya berusaha mengendurkan niqab yang dipakai istrinya supaya tidak sesak.

Alzam sesekali mengelus kepala Dhira ketika merasakan pergerakan istrinya. Ia menatap langit yang tiba-tiba menghitam. Sekitar 2,5 jam lagi mereka baru sampai di tempat tujuan. Dan ia tidak ingin mengambil resiko.

Menepikan mobil dan menelfon seseorang untuk menjadi supirnya. Dengan begitu ia bisa memeluk istrinya ketika hujan turun. Tak berselang lama, datanglah seorang laki-laki dewasa dengan pakaian serba hitamnya. Ia segera mengambil posisi di kursi kemudi ketika Tuannya sudah berpindah ke belakang. Tentu saja bersama Dhira, karena tujuannya untuk memberi kenyamanan istrinya itu.

Dhira yang merasakan kehangatan semakin menenggelamkan wajahnya di dada bidang Alzam. Harum parfum Alzam yang menenangkan menambah kenyamanan Dhira untuk lanjut tidur.

Alzam tidak melarang Dhira untuk tidur pagi ini. Ia tahu, semalam istri kecilnya ini begadang untuk mengerjakan tugas. Mungkin karena kelelahan Dhira tidur lagi, karena hari-hari biasanya Dhira tidak akan tidur lagi selesai mengerjakan salat subuh.

Seseorang yang menjadi supir itu tersenyum tipis melihat Tuannya yang berbeda dari biasanya. Ia cukup lama bekerja di keluarga Alzam, membuatnya paham bagaimana watak sosok Alzam.

.....

Dhira menggeliat tak nyaman ketika mendengar suara riuh. Matanya mengerjap untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Tak lupa ia membaca do'a sebelum bangkit dari ranjang. Ia menatap sekeliling dengan dahi berkerut, merasa asing dengan tempat ini.

"Alzam mana?" cicitnya dengan suara serak. Ia ingin keluar, tapi takut juga.

Ceklek.

Alzam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang