Tak terasa waktu cepat berlalu. Pagi ini setelah sarapan, Dhira bergegas mencari kendaraan umum untuk mengantarnya ke sekolah. Alzam bilang tidak bisa mengantar karena ada urusan dengan sang Papa. Ia pun tidak melarang, yang terpenting Alzam sudah izin.
Sesampainya di sekolah, ia berjalan sendirian menuju kelas. Sesekali membalas sapaan dari adik kelasnya. Senyum cantik tersungging di bibirnya. Akhirnya ujian telah selesai, tinggal menunggu hasil. Hatinya bahagia mengingat malam ini ia tak perlu susah-susah belajar dengan paksaan dari suaminya itu.
Tepukan di pundaknya itu membuat kepalanya sedikit menoleh. Terlihat Fellin yang tersenyum lebar ke arahnya. "Cellyn mana?"
Fellin menyamakan langkah kakinya dengan Dhira. Ia sedikit berpikir untuk menjawab pertanyaan yang sebenarnya ia tak tahu jawabannya. "Nggak tau," balasnya acuh.
Dhira manggut-manggut. Ia memasuki kelas bersamaan dengan Cellyn yang tiba-tiba berlari keluar dengan wajah yang terlihat cemas. "Cellyn kena..pa?" lirihnya ketika melihat gadis itu tak merespon dirinya.
"Cellyn kenapa tuh?" Fellin menatap sahabatnya yang berlari tergesa-gesa, sesekali menabrak siswa/i yang sedang di koridor.
"Nggak tahu, lihat yuk!" Dhira menarik tangan Fellin untuk mengejar Cellyn. Entah mengapa hatinya ingin sekali untuk melihat keadaan sahabatnya itu.
"Cell," teriak Fellin yang diabaikan Cellyn. Gadis itu terus berlari sampai di gerbang sekolah, diikuti Dhira dan Fellin.
"Kenapa sih?"
Cellyn tetap bungkam. Raut wajahnya sudah pucat pasi karena panik. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan seseorang yang belum ia lihat.
"Cellyn kenapa?" tanya Dhira lembut. Tangannya yang ingin menggapai pundak sahabatnya itu terhenti di udara kala mobil yang sangat ia kenali berhenti tepat di depan ketiganya.
Dahinya berkerut ketika seorang cowok yang sangat ia kenali keluar dengan wajah datar khasnya. Matanya menatap cowok itu sedikit tak percaya.
"Alzam, ayo!" teriak Cellyn yang benar-benar panik. Ia bahkan mengabaikan Dhira yang mematung begitu mendengar ajakannya.
Alzam membukakan pintu belakang untuk Cellyn. Matanya menatap istrinya dengan tatapan tak terbaca. "Maaf," gumamnya pelan dan segera masuk ke mobil.
Dhira masih terpaku dengan kedua mata yang memerah. Ia menatap kepergian mobil suaminya dengan tatapan kecewa. Bagaimana bisa Alzam tak menyapa dirinya? Dan lagi, Cellyn mengenali Alzam. Sepertinya mereka terlihat dekat. Hatinya sakit. Ia sendiri tak tahu mengapa rasa sakit itu ia rasakan.
"Dhir, itu tadi Alzam?"
Lamunan Dhira buyar. Ia menatap Fellin dengan ling-lung, lalu mengangguk dengan kaku. "Iya, Alzam," balasnya lirih.
Fellin yang merasa suasana hati Dhira tak enak langsung merangkul pundak sahabatnya itu. Membalik badan keduanya dan berjalan bersama menuju kelas. "Tenang, nanti kita tanya bareng. Jangan terlalu dipikirin, mereka pasti punya alasan sendiri," terangnya untuk menenangkan sahabatnya, walaupun hatinya sendiri tak merasa yakin.
Dhira memilih diam dan berusaha menepis segala pemikiran negatif. Tidak mungkin Alzam bermain di belakang. Mungkin perkataan Fellin benar, mereka memiliki alasan di balik semua ini. Namun, tak bisa dipungkiri jika hatinya sakit melihat itu semua. Apalagi wajah Alzam yang hanya menatap datar ke arahnya. Rasanya ingin sekali ia cakar wajah tampan itu.
"Dah, sekarang mending ke kantin aja, makan sepuasnya, Fellin yang traktir."
Dhira tersenyum mendengar kata traktir. Dengan semangat ia menarik tangan Fellin supaya cepat sampai kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alzam (END)
Teen FictionBUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA. TETAP JADIKAN AL-QUR'AN SEBAIK-BAIKNYA BACAAN. .... Kisah antara dua remaja yang bersatu karena adanya perjodohan. Awalnya hanya sifat dingin dengan sikapnya yang tiba-tiba, namun seiring berjalannya waktu sifat di...