21. Penjelasan

12.1K 707 17
                                    

Pagi ini sepasang suami istri itu tengah duduk berhadapan di meja makan. Keduanya sama-sama memasang wajah datar. Hanya ada suara dentingan sendok yang mengisi keheningan di antara keduanya.

Selesai makan, Dhira segera bergegas mencuci piring, menghiraukan tatapan seseorang yang sedari tadi menatap dirinya intens.

Setelah selesai semua, Dhira berjalan melewati meja makan menuju kamar. Tetapi sebuah tangan menghentikan jalannya. Ia mendengus pelan mengetahui siapa yang menghentikan jalannya itu.

"Kenapa?" tanyanya disertai lirikan malas.

Alzam tersenyum tipis. Ia menggenggam kedua tangan Dhira dan mengecup punggung tangan itu. "Duduk dulu, Alzam jelasin," katanya seraya menarik Dhira untuk duduk di pangkuannya.

"Kenapa sih? Dhira pengen sekolah," ujar Dhira dengan nada sebal.

Kedua tangan Alzam otomatis melingkar di pinggang ramping Dhira. Ia tatap wajah cantik yang sedang mengalihkan pandangan dari tatapan matanya. "Mau dijelasin apa nggak?"

Dhira mengangguk antusias, namun bibirnya berkata, "nggak."

Alzam justru terkekeh kecil. Ia tarik kepala Dhira untuk bersandar pada dadanya. "Jangan marah."

"Siapa juga yang marah?" Suara Dhira masih terdengar ketus, dan itu membuat Alzam lagi-lagi tersenyum kecil.

"Jangan dipotong, okey?" ujarnya yang diangguki Dhira samar. "Kemarin ada sedikit masalah, dan Cellyn ada sangkut pautnya. Sebenarnya Alzam ada urusan sama Papa, Alzam nggak bohong soal itu, tapi masalah ini juga penting. Ditambah temen-temen Alzam udah di tempat semua, nggak ada yang bisa jemput Cellyn. Dengan sedikit terpaksa Alzam mau jemput Cellyn," jelasnya dengan tangan yang mengelus rambut panjang Dhira.

"Tapi, setidaknya Alzam pamit ke Dhira dulu," cicit Dhira pelan.

"Maaf." Alzam mengeratkan pelukannya dan menaruh dagunya di atas kepala Dhira. Kedua matanya terpejam dengan bibir yang menggumamkan kata maaf berkali-kali.

"Alzam tau nggak? Kemarin Dhira itu nggak berpikir aneh-aneh soal Alzam sama Cellyn. Dhira cuma khawatir terjadi sesuatu sama Alzam, karena Alzam nggak kasih kabar ke Dhira sama sekali. Ummah pernah bilang, kepercayaan itu nomor satu dalam hubungan. Jadi, Dhira nggak berpikir aneh-aneh, karena Dhira percaya sama Alzam."

Alzam tersenyum tipis mendengar rentetan kata yang keluar dari bibir Dhira. Niatnya ingin membicarakan mengenai kepercayaan, namun ternyata istrinya itu sudah paham. "Bagus." Tangannya refleks menepuk kepala Dhira dua kali.

Dhira sedikit menegakkan kepalanya. "Tapi Alzam jangan buat Dhira kecewa."

"Insyaa Allah."

Hening beberapa saat. Sampai akhirnya Dhira berniat melepas pelukan Alzam ketika tak sengaja menatap jam. "Alzam, udah mau telat," pekik Dhira dengan kedua mata melotot.

"Izin."

"Ish, mana bisa gitu?!" protes Dhira tak terima. Padahal di sekolah hanya absen, tapi itu tetap penting.

"Mau jalan-jalan?" tawar Alzam.

Kedua mata Dhira berbinar, ia bahkan lupa mengenai sekolah. Tak ingin membuang waktu, ia mengangguk antusias dengan senyum mengembang. "Ayo!"

"Peluk sebentar."

Seketika senyum Dhira luntur. Ia menatap Alzam yang sudah memeluk tubuhnya dengan erat. Namun, tak urung tangannya mengelus punggung lebar itu dengan pelan.

Alzam menikmati pelukan yang semalam tak ia dapatkan sewaktu tidur. Hanya karena ia mengundur penjelasan, Dhira tak mau ia peluk. Bahkan sekedar ia sentuh pun Dhira tak mau.

Alzam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang