6. Hari Spesial

14.2K 878 24
                                    

Dhira tersenyum kecil melihat Ummah-nya yang berjalan kesana kemari, sedangkan dirinya hanya duduk melihat orang-orang yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

"Ummah," panggilnya seraya menggenggam tangan Ummah.

Langkah Ummah terhenti, ia melirik seseorang yang berada disebelahnya, mengode untuk pergi terlebih dahulu. Kemudian, ia duduk di sebelah putri kesayangannya.

"Kenapa?" tanyanya lembut.

"Beneran malam ini?" cicitnya pelan. Ia menatap sekeliling rumahnya yang sudah di hias sedemikian rupa.

Ummah mengelus kepala Dhira dengan sayang. "Iya. Maaf, pasti kamu terkejut." Ia merasa bersalah karena tiba-tiba memajukan hari pernikahan putrinya. Dibalik itu semua, ia memiliki sebuah alasan.

"Ummah jangan minta maaf terus, nggak pa-pa kok," balas Dhira dengan tangan yang semakin erat menggenggam tangan Ummah-nya.

"Ke kamar gih, bersih-bersih sekalian salat dulu."

Mendengar instruksi dari sang Ummah, Dhira mengangguk. Segera saja dirinya pamit dan berlalu menuju kamarnya.

Ummah menatap sendu putrinya itu. "Maaf, maafin Ummah," ujarnya lirih.

.....

Alzam sudah siap melakukan sesuatu yang akan membuatnya terikat sebuah hubungan dengan sosok perempuan pilihan Mamanya. Ia duduk dengan wajah datarnya di hadapan penghulu dan calon mertuanya. Tak ada raut gugup sama sekali.

"Saudara Alzam Fatih Al-Rasyid, apakah sudah siap?" tanya penghulu.

Tanpa ragu, Alzam menganggukkan kepalanya. Ia menjabat tangan Ayah dari perempuan yang akan menjadi istrinya itu.

"Alzam Fatih Al-Rasyid, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri kandung saya Nadhira Salsabila binti Fadlan Ebrahim dengan mas kawin berupa seperangkat alat salat dan uang tunai sebesar satu miliar tiga ratus ribu rupiah dibayar tunai," ujar Fadlan tegas diakhiri dengan hentakan tangan.

"Saya terima nikah dan kawinnya Nadhira Salsabila binti Fadlan Ebrahim dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Alzam menyelesaikan ucapannya dengan sekali tarikan nafas.

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"Sah."

Terukir senyuman tipis di bibir Fadlan. Putri kecilnya akan memulai kehidupan barunya bersama pendamping hidupnya. Ia bernafas lega, dalam hati segala do'a untuk kebaikan putrinya telah ia panjatkan.

Setelah berdo'a, tak berselang lama sosok pengantin perempuan menuruni satu persatu anak tangga ditemani dua perempuan cantik di kedua sisinya.

Alzam sama sekali tak melirik atau menoleh pada Dhira, ia tetap menatap depan.

Sesampainya di kursi sebelah Alzam, Dhira didudukkan disana. Tatapan Dhira fokus menatap dalam netra Abi-nya, sosok cinta pertamanya dan akan selalu begitu. Ia tersenyum kecil ketika melihat muka sendu Abi-nya.

"Silahkan tanda tangani beberapa dokumen ini." Penghulu itu menyodorkan beberapa dokumen kepada kedua pengantin itu.

Selesai dengan urusan dokumen, kini keduanya tengah duduk dengan keadaan canggung. Fadlan terkekeh kecil melihat itu. "Dhira, cium tangan suaminya dong," ucapnya kepada sang putri.

Kedua mata Dhira mengerjap, ia sedikit memiringkan kepalanya. "Boleh?" tanyanya dengan polos.

Terdengar sebuah tawa dari beberapa kerabat dekat kedua keluarga itu, tak terkecuali Abi. Ia menatap lucu putrinya ini. "Boleh dong," ujarnya geli.

Alzam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang