Pagi kali ini Dhira sudah disibukkan dengan berbagai alat dapur. Ia sudah berkutat dengan itu semua sekitar 25 menit yang lalu. Berulang kali menghela nafas ketika gagal dalam menggoreng.
"Jadi yaaaaa," mintanya pada sebuah ayam yang sedang ia lumuri tepung.
Alzam yang sudah siap dengan seragam sekolahnya pun turun. Matanya menatap sosok cantik yang kini tengah memasang wajah cemberutnya. "Kenapa?" tanyanya seraya mendekat.
Dhira mendongak, ia menunjuk ayam yang sedang ia goreng itu. "Dia nggak mau dimasak," adunya.
Mendengar penuturan istrinya, Alzam menggeleng. Mana ada ayam mati tidak mau dimasak? Aneh.
Ia bergegas mendekat, mengambil alih pekerjaan yang sedang dikerjakan istrinya itu. "Duduk!" perintahnya kepada Dhira yang hanya bengong di sampingnya.
Dengan kikuk, Dhira duduk di meja pantri. Menatap setiap pergerakan Alzam yang sepertinya sudah terbiasa dengan semua ini. Tentu saja dirinya belum terbiasa, karena sangat jarang masuk area dapur. Ia mulai belajar memasak ketika menginjak kelas XII ini, masih baru.
"Ayo!"
Dhira berjalan di belakang Alzam. Ada sedikit rasa malu ketika hari ini yang memasak adalah suaminya, karena seharusnya ini tugasnya sebagai seorang istri.
"Makan!"
Untuk beberapa detik Dhira terdiam, menatap makanan di depannya. Lalu mendongak, menatap Alzam yang hanya diam. "Kamu nggak makan?" tanyanya disertai kerutan di dahi.
"Nanti."
"Ish, kok gitu?!" protesnya tak terima. Ia yang tidak memasak makan, lalu mengapa yang memasak justru tidak ingin makan? Atau jangan-jangan ada racunnya?
"Yaudah, Dhira nggak mau makan juga," ucapnya dengan mendorong piring itu.
Alzam menatap datar Dhira, kemudian beranjak dari duduknya. Hal itu membuat atensi Dhira teralihkan, ia menatap Alzam bingung. Pasti ditinggal berangkat, batinnya menerka-nerka.
Dan itu semua tidak benar, karena Alzam justru berpindah duduk di kursi sebelahnya. Mengambil piring itu dan mulai menyendokkan.
Dhira mengernyit, menatap sendok yang sekarang sudah ada di depan mulutnya, lalu berganti menatap Alzam yang berwajah datar itu. "Nggak mau," tolaknya seraya mendorong sendok itu.
Tatapan Alzam menjadi lebih tajam, ia sangat tidak suka dengan penolakan. "Makan!"
"Alzam juga harus makan," cicit Dhira. Ia menunduk karena takut dengan tatapan Alzam.
"Baca do'a."
Sesuai perintah dari sang suami, Dhira membaca do'a dan menerima suapan pertama itu. Kemudian suapan kedua dimakan oleh Alzam, membuat Dhira tersenyum lebar.
"Alzam, Dhira minta maaf, nggak bisa masak," ujar Dhira dengan menunduk.
"Ya."
Dhira menerima gelas yang disodorkan Alzam, meminumnya hingga setengah. Ia menaruh gelas tersebut di meja, dan mengelus perutnya yang sudah kenyang.
Ia tak sadar, jika Alzam sudah mengambil alih gelas itu. Meminumnya tepat di bekas bibir Dhira hingga tandas.
"Alzam, go school," ucap Dhira semangat. Ia menarik tangan besar itu dengan tangan kecilnya. Namun pergerakannya dihentikan begitu saja. Ia berbalik, menatap Alzam penuh tanya.
"Cadar?"
Tangannya menepuk dahi dengan ringisan kecil. "Lupa." Ia berlari ke arah kamar untuk mengambil cadarnya yang tertinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alzam (END)
Teen FictionBUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA. TETAP JADIKAN AL-QUR'AN SEBAIK-BAIKNYA BACAAN. .... Kisah antara dua remaja yang bersatu karena adanya perjodohan. Awalnya hanya sifat dingin dengan sikapnya yang tiba-tiba, namun seiring berjalannya waktu sifat di...