28. Keinginan

9.7K 628 16
                                    

Derum motor saling bersahutan, membuat beberapa pengendara kendaraan lain berdecak malas. Pasti ada anak motor yang biasa urakan dan seenaknya di jalan. Dan benar, dari arah timur rombongan bermotor yang membuat pengendara lain berdecak itu muncul.

Mereka berjumlah lumayan banyak dengan mengendarai motor masing-masing. Namun, tak hanya motor, tenyata di belakang mereka juga terdapat sekitar 4 mobil yang juga berwarna hitam.

Banyak pasang mata yang menoleh ke arah mereka ketika mereka berhenti saat lampu merah. Semua mata yang awalnya memandang kesal berangsur biasa. Hampir semua orang di sana mengenal mereka. Geng motor yang bahkan jarang membuat onar, atau mungkin bisa disebut tidak pernah. Mereka hanya muncul disaat tertentu, contohnya sekarang.

Di jaket kulit mereka juga terpampang jelas satu kata yang melambangkan siapa mereka. DERIOS. Sebuah nama yang tidak memiliki arti, karena nama itu tiba-tiba muncul dan berakhir menjadi identitas mereka. Banyak orang yang mengenal Derios, sebuah geng motor yang akan muncul sebulan sekali.

"Boss, langsung ke sana aja!"

Suara teriakan itu membuat sang ketua menoleh, mengangguk dan segera menjalankan motornya terlebih dahulu diikuti seluruh anggotanya.

Tak berselang lama, mereka berhenti di sebuah tempat yang bisa disebut kurang layak untuk dijadikan tempat tinggal. Tepatnya di bawah jembatan.

Mereka tampak acuh ketika pengguna jalan lain menatap aneh, atau itu karena mereka ramai-ramai sehingga menimbulkan pikiran negatif? Mengidikkan bahu, dan lanjut mengerjakan tugas yang sudah dibagi sebelum berangkat.

"Cak, nih, bawa!"

"Lan, bantuin!" Cakra ikut berteriak dan memukul lengan Alan yang justru mengabaikan dirinya.

Begitulah mereka, saling meminta tolong satu sama lain. Berteriak dan juga memukul satu sama lain sudah hal biasa ketika mereka mengerjakan tugas gotong royong ini.

"Assalamu'alaikum!"

Suara keras itu berhasil membuat orang-orang yang tadinya memasang wajah lesu berganti berbinar. Banyak juga anak kecil yang berlari kecil ke arah seorang pemuda yang tadi berteriak salam.

"Wa'alaikumussalam."

"Apa kabar?" tanya pemuda itu seraya menaruh bawannya di tempat yang sudah disediakan.

"Baik, Abang!"

Pemuda itu terkekeh pelan, menatap mereka yang juga tengah menatap dirinya seraya tersenyum lebar. Dahinya berkerut, mengapa semua orang di sini menatap kedatangan dirinya dan teman-temannya dengan raut wajah yang sangat bahagia?

"Kenapa?" tanyanya bingung. "Tumben senyum terus," lanjutnya yang merasa heran.

"Nggak pa-pa, Bang Nabil."

Nabil berjongkok, mengelus lembut kepala gadis kecil yang tadi menjawab pertanyaan darinya. "Mukena, Al-Qur'an, hijab, dan semua peralatan kamu masih ada?"

Kepala gadis kecil itu mengangguk. "Masih. Makasih, Ila jadi bisa belajar," jawabnya dengan bibir yang menyengir.

Nabil mengangguk, ia kembali mengelus kepala itu lembut. Tatapannya mengedar, tempat yang memang sangat tidak layak dikatakan sebagai tempat tinggal. Ia menghela napas, sepertinya meminta bantuan dari orang tuanya juga orang tua teman-temannya akan sangat membantu.

"Tih," panggilnya setelah berpamitan pada anak-anak tadi.

Pemuda yang dipanggil Tih itu menoleh, menaikkan satu alisnya tanda bertanya.

"Bantu mereka pake dana dari orang tua kita, bisa?" tanya Nabil tanpa basa basi. Nabil cukup tau karakter sahabat satunya itu yang tidak suka basa basi.

Alzam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang