16. Rindu Mama

13K 804 14
                                    

Pasutri muda itu berjalan beriringan memasuki sebuah rumah megah. Alzam masih setia memasang wajah datarnya, sedangkan Dhira menatap sekeliling dengan seksama.

Netranya tak sengaja menatap sebuah foto keluarga, di sana terlihat sosok perempuan cantik yang dipeluk dua laki-laki berbeda usia. Hatinya terenyuh melihat bagaimana tatapan Alzam kepada Mamanya.

"Assalamu'alaikum." Alzam memberi salam walau tak ada siapa pun di rumah. Ia ke sini hanya ingin mengambil sesuatu.

"Tunggu!"

Dhira hanya mengangguk menurut tanpa banyak tanya. Ia lebih memilih melihat-lihat foto keluarga yang terpajang di dinding dengan baik. Di sana, ia melihat Alzam kecil hingga Alzam remaja.

"Tampan," lirihnya.

Dhira sedikit tersentak ketika ada yang menepuk bahunya. Ia menoleh dan mendapati sang mertua berdiri di sampingnya.

"Alzam mana?" tanyanya.

"Ada kok, dia ke kamar kayaknya," balasnya dengan suara pelan.

"Papa mau cerita sedikit, bisa?"

Tanpa ragu Dhira menganggukkan kepalanya. Ia merasa jika topik yang akan mereka bahas mengenai Alzam. Keduanya berjalan menuju ruang keluarga yang terbuka. Tentu saja Dhira tak mau jika hanya berdua di ruang tertutup, meskipun itu mertuanya.

.....

Alzam membuka lemari dan mengambil sebuah kotak. Di atasnya tertulis 'N' yang memiliki sebuah maksud tertentu. Tatapannya mengedar, sampai akhirnya ia fokus pada satu foto yang menampilkan sosok wanita yang sangat ia rindukan.

Kakinya melangkah mendekat, menatap foto itu dengan pandangan sendu. "Mama, bukankah rindu kepada orang yang sudah tiada sangat sakit? Itu yang Alzam rasakan, rindu akan kehadiran sosok Mama."

Tangannya terulur untuk mengelus pigura tersebut. Hatinya tiba-tiba merasakan sakit yang luar biasa. Impiannya sewaktu kecil harus ia kubur dalam-dalam ketika sang Mama harus kembali ke hadapan sang pencipta.

"Sebentar lagi ulang tahunnya Mama, dan Alzam akan melakukan lagi seperti tahun-tahun lalu."

Setelah puas melihat wajah sang Mama, ia berbalik untuk menemui sang Papa. Ia tak berani membawa foto Mamanya ke rumah baru, takut jika akan berlarut-larut dalam kesedihan.

Sesampainya di ruang keluarga, ia melihat Dhira yang menonton dua botak kembar dengan wajah seriusnya. Ia berjalan mendekat dan mengambil duduk tepat di samping istrinya itu.

Tidak lama dari itu, Arfan—Papa Alzam—datang dengan membawa nampan berisi minuman. Meletakkannya di meja dan menatap putranya dengan wajah bingung.

"Ada masalah?"

Mendengar pertanyaan itu, Alzam segera menggelengkan kepalanya. Ia hanya ingin menuntaskan rasa rindu kepada Mamanya, dan hanya rumah ini yang bisa.

"Oke."

Tak ada yang membuka suara, hanya terdengar suara dari televisi yang menayangkan kartun kesukaan Dhira.

"Alzam, nanti beli ayam geprek, ya!"

Alzam hanya membalas dengan anggukan, sedangkan tangannya sibuk bermain dengan rambut Dhira yang tertutup khimar.

"Papa nggak bisa lama-lama di rumah, karena ada meeting yang harus Papa hadiri." Arfan berdiri untuk membenahi letak jasnya.

Alzam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang