Chapter 1 [Cerita dari Harvey]

1.2K 82 0
                                    

Jika di cerita lain kebanyakan suasana pagi yang indah, dengan sinar matahari yang cerah, burung-burung bernyanyi, atau mungkin pohon ikut bergoyang karena terpaan angin. Tapi hal itu tidak berlaku pada seorang Harvey Elio Arsenio.

Bagimana bisa?

Tentu bisa. Pasalnya, Harvey sendiri bangun terlambat padahal hari ini ia ada kuis pagi dari dosennya. Alhasil, pemuda berkulit tan itu sempat mengomel pada sang mama karena tidak membangunkannya. Padahal jika dipikir kembali, sang mama saja tidak tahu jika anak sulungnya akan ada kuis pagi.

"Apa!? Masih mau ngomel sama Mama!?"

Tunggu sebentar. Kenapa justru sang mama, Aluna, yang lebih galak daripada Harvey? Terlebih wajah Aluna yang nampak sangat kesal ketika Harvey begitu bangun langsung berteriak dari kamarnya yang berada di lantai atas. Hal itu membuat Harvey yang sebelumnya marah-marah, menjadi menciut nyalinya. Bagaimana tidak, Harvey sangat tahu bagaimana jika Aluna sudah marah. Bisa-bisa satu rumah terkena imbasnya. Mungkin sang papa yang sedang pergi dinas ke luar kota, bisa terkena imbas dari amukan Aluna.

"Enggak dih," kata Harvey pelan. Dia benar-benar agak ngeri melihat raut wajah Aluna yang bukannya cerah seperti matahari, justru gelap seperti awan mendung. "Makanya Harvey Elio Arsenio. Mama kan udah bilang, kalau kamu besok ada kelas pagi atau apapun itu langsung buat alarm. Kamu udah besar masih mau Mama yang bangunin kamu?! Astaga, capek Mama tuh sama kamu."

Harvey yang mendengar itu sedikit meringis. Jika seperti ini terus, bisa-bisa mamanya terus mengomel sampai ia berangkat kuliah. Tapi Harvey juga bingung, bagaimana caranya Harvey meminta izin berangkat kalau Aluna saja masih terus bicara. Tolong ya, tolong. Harvey sudah telat ke kampus, jika harus mendengar semua omelan Aluna bisa-bisa Harvey tidak bisa ikut kuis.

"Ya udah iya, nanti aku bikin. Udah atuh Ma ngomelnya, Harvey udah telat ini tolong. Kalau Mama terus-terusan ngomel yang ada anaknya gak bisa ikut kuis, Ma." Raut wajah Harvey bahkan sudah terlihat seperti orang yang memohon, lengkap dengan kedua tangan yang menyatu di depan dada benar-benar terlihat seperti orang yang memohon ampun.

Sebenarnya Aluna masih kesal pada anak sulungnya itu, tapi jika dipikir lagi Aluna juga tidak tega membiarkan Harvey tidak mendapat nilai saat kuis pentingnya. Mendengar itu seakan membuat Aluna berpikir, haruskah ia membiarkan Harvey pergi dengan tetap menyimpan dendamnya sampai Harvey pulang? Atau tetap mengomel dan membiarkan putra sulungnya itu tidak mendapatkan nilai di mata kuliahnya?

Aluna melihat si kecil, Zoey yang justru lebih memilih untuk memakan serealnya daripada harus ikut campur dengan urusan kakak dan sang mama. Benar-benar ya anak satu itu. Dan Aluna pun menghela nafasnya, pada akhirnya Aluna memilih membiarkan Harvey kuliah daripada harus tidak mendapatkan nilai. Terlebih wajah Harvey yang dibuat seakan memelas semakin membuat Aluna ingin menjitak kepalanya.

"Ya udah, sana berangkat." Harvey lantas tersenyum cerah, layaknya matahari pagi yang sudah sedikit meninggi dan jam menunjuk angka setengah sembilan pagi. Itu artinya Harvey hanya memiliki waktu sekitar tiga puluh menit untuk pergi ke kampus sebelum dosennya membubuhkan pulpen tinta merah pada namanya di absensi sebagai mahasiswa tanpa keterangan hadir.

"Nah gitu dong. Kan cantik kalo lagi baik, pantes Papa bucin. Aku berangkat dulu, bye!"

Harvey mengecup salah satu pipi Aluna dan juga mengusap kepala Zoey, adiknya yang memilih sibuk makan sereal. Dan lari sebelum nanti ia terkena amukan sang mama.

"Jadi selama ini Mama gak cantik, gitu hah!? Harvey! Kurang ajar anak itu satu ya lama-lama!"

Memang, memiliki anak seperti Harvey harus membuat Aluna menyetok seluruh kesabarannya. Tingkah putra sulungnya itu memang tidak bisa ditebak. Tapi jika urusan membicarakan orang lain, Harvey menjadi yang nomor satu. Aluna bahkan kembali berpikir, apakah dulu ia salah mengidam? Apakah dulu bayinya sempat tertukar dengan orang lain, yang seharusnya bukan Harvey? Ah, sudahlah. Memikirkan Harvey memang tidak akan ada habisnya. Jadi, lebih baik Aluna fokus pada si bungsu yang masih sibuk mengunyah sereal sembari menonton kartun kesukaannya daripada harus menyaksikan perdebatan antara kakak dan sang mama.

THE KANIGARA'S SQUADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang