Hujan turun deras. Tapi suaranya teredam oleh dinding-dinding tinggi bangunan kosong yang tinggi. Dongju mencium bau aroma besi, sesuatu yang terbakar, bahkan amis. Di tengah rasa takut yang menggedor-gedor dadanya, dia berusaha untuk tetap tenang. Namun, kain yang menutupi mata hanya bisa membuatnya menatap dalam gelap. Kedua tangannya diikat ke belakang, meski ia tahu usaha untuk melepaskan tali temali itu sangatlah percuma, dia tetap menggesek-gesekan kedua lengan. Dan yang tersisa hanyalah rasa sakit. Mungkin darah dari luka lecetnya saat dipaksa bercampur dengan keringat.
Laki-laki itu menundukkan kepala saat dia mendengar suara pintu di buka. Dia mencoba menajamkan pendengaran. Dorongan dari daun pintu berbahan besi dan karatan menimbulkan derit cukup nyaring. Disusul langkah kaki ringan. Bukan boot, atau pantofel. Tidak ada ketukan teratur apalagi tergesa, hanya seretan-seretan pendek dari sol berbahan karet. Pelipis Dongju berdenyut nyeri. Rasa pusing sudah hampir menyerupai kantung keresek yang menutup seluruh bagian kepala. Panas, lengket, bahkan bisa membuat otak meledak saat itu juga.
Kenapa dia harus kembali ke tempat yang sama? Perutnya bergejolak, bahkan tidak mampu lagi mentolelir rasa mual yang selalu datang setiap kali pria itu menghampirinya.
"Gimana kabar lo, Ju?" Suara pria yang sama menyelinap ke dalam rungu Dongju.
Tidak ada jawaban yang keluar. Meskipun kali ini bibirnya tidak disumpal kain, diikat tali atau ditutup selotip, tapi dia tidak ingin membuka mulut. Dongju terkesiap merasakan kedua tangan pria itu meraih dagu dan mengangkat wajahnya.
"Jangan terlalu tegang, sayang. Kita beresin semuanya hari ini."
Dongju berusaha menarik wajahnya menjauh dari pria itu. Hingga ia bisa merasakan bagaimana napas pria di hadapannya dihela kasar.
"Toloooongg!!" Dongju seketika berteriak. Bahkan untuk melakukan hal seperti itu saja dia harus mengumpulkan tenaga. Urat-urat di lehernya sampai tegang semua. Dia yakin suaranya yang menggaung itu terpantul ke setiap dinding, begitu nyaring sampai kembali ke telinganya lagi.
"Tolol! Lo ngapain?" Tangan pria itu mencengkram erat kedua bahu Dongju.
Dia memberontak, menghentak-hentakkan tubuhnya. Menolak disentuh. Membuat kesabaran laki-laki itu menipis.Dongju juga tidak mau menyerah. Semua tubuh terasa sakit. Dia bahkan tidak tahu kenapa dia masih harus melakukan ini padahal kematian mungkin sudah sangat dekat.
"Toloongg. Siapa pun tolong aku. Aku mohon."
Jeritan Dongju terasa sangat memekakkan telinga. Laki-laki itu tidak peduli kalau Dongju hampir saja memutuskan pita suaranya. Dia lantas menampar pipi Dongju dengan keras sehingga menimbulkan gema ke sekitar. Tindakan spontan yang cukup berhasil membuat laki-laki muda di hadapannya terdiam. Dongju tersentak dalam rasa kaget yang meletus. Memecahkan jantungnya yang terpompa sangat cepat. Dia meludah ke sembarang arah ketika lidahnya merasakan cairan asin dan anyir dari sudut bibir. Perih merambat seketika ke sebagian area wajah. Membuat seluruh tubuh Dongju dibanjiri peluh kepanikan.
"Udah gue bilang jangan ribut. Apa lo tahu kalau apa yang lo lakukan itu percuma? Nggak akan ada yang bisa dengar teriakan lo di sini."
Tubuh Dongju didorong ke sudut. Punggungnya membentur lemari besi usang.
"Tolong lepasin gue," pinta Dongju lirih. Dia sudah kehabisan kekuatan. "Gue pengen ketemu mama. Dimana mama?"
"Ah, nyokap lo? Yang sama resenya kayak lo ini? Cih, gue nggak tahu kenapa perempun tua itu keras kepala banget. Lo tahu nggak sih siapa nyokap lo sebenernya?"
Dongju menggeleng cepat. Dia yakin mamanya akan datang. Menyelamatkan dia dari penculik yang kelihatannya tidak setua itu untuk bisa ia panggil paman.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELUSIONAL MR.KIM || Leedo 🔞⚠️ (COMPLETED✅)
FanficSon Dongju berusaha mencari kebenaran atas kematian ibunya, tapi saat bertemu Kim Geonhak, dia justru menemukan hal lain yang lebih menarik dan mampu mendistraksi semua rencana yang telah ia susun untuk menemukan sang pembunuh. Bersama Kim Geonhak...