Mata Geonhak memicing saat melihat seorang pemuda diantar sampai gerbang depan rumah. Oke, laki-laki itu tidak mencium atau memeluk tubuhnya seperti pasangan kekasih dan bisa disimpulkan bahwa kedekatan mereka memang sebatas dosen dan mahasiswa. Jadi benar kalau Dongju tinggal di sana? Tapi bagaimana bisa? Apa mereka ada hubungan kerabat?
"Astaga." Geonhak tersentak kaget saat gelas kopi yang dipegangnya hilang keseimbangan dan membuat sedikit isinya tumpah ketika ia terlalu fokus memerhatikan adegan dua ratus meter di hadapannya itu.
Geonhak menepuk-nepuk celana kantornya yang basah dan panas sampai ke paha.
"Sial." Dia menggerutu. Diraihnya cepat-cepat tisu dari atas dashboard mobil. Tapi mata Geonhak tidak teralihkan. Dia seperti elang pemburu yang sedang mengintai anak ayam. Seperti snipper yang siap mengarahkan tembakan.
Padahal logika Geonhak sejak tadi sudah menggeliat dan menjerit. Apa yang dia lakukan pagi ini sungguh tidak masuk akal. Entah ketertarikan macam apa yang membuatnya bertingkah jadi pengintai amatiran. Dia tahu dia bisa saja mengambil jalan paling mudah seperti yang biasa ia lakukan saat ingin mendapat informasi. Namun kali ini setiap kali melihat wajah Dongju, dia mendapat teguran batiniah yang tidak lazim. Ada sebuah rasa penyesalan dan keiginan untuk meminta maaf pada pemuda itu karena telah memperburuk keadaannya. Dengan menumpang di rumah seorang profesor seperti ini, Dongju dipastikan tidak memiliki lagi keluarga. Kalau pun ada pasti sangatlah jauh sementara semua kegiatan utamanya dilakukan di Seoul.
Geonhak bersiap mengoper gigi saat ia lihat Dongju sudah berjalan cukup jauh menyusuri blok perumahan. Dia tidak melihat pria itu lagi ketika mobilnya lewat di depan rumah yang dia intai sejak tadi. Pengamatan berlanjut pada Dongju yang akhirnya diam di sebuah perempatan untuk menunggu taksi. Geonhak melihat sekeliling jalan, masih lengang. Dia lantas mempercepat laju mobilnya lalu menepi tepat di hadapan Dongju. Perempuan itu mundur selangkah saat melihat sebuah sedan warna hitam mengkilap menurunkan kaca jendelanya pelan-pelan.
"Kamu, ayo masuk!" ucap Geonhak dengan nada suara dibuat dingin.
Kening Dongju berkerut sementara dia membungkukkan badannya sedikit demi melihat siapa pria di balik kacamata hitam itu.
"Elo?" tunjuk Dongju kaget. Dia langsung melihat ke kiri dan kanan. "Ngapain lo di sini?"
"Kita bicara di dalam."
"Mau apa bicara lagi sama gue, hah?" Sikap Geonhak yang dianggap sok cool itu membuat Dongju langsung berkacak pinggang. "Masih kurang sampah yang gue kasih waktu itu?"
Geonhak mengangkat sebelah alis, tidak lupa senyuman sinisnya yang mematikan.
"Saya sedang tidak ingin cari ribut sama kamu. Masuk ke dalam mobil sekarang atau_"
"Atau apa?"Dongju tanpa sadar sudah menaikkan nada suara. "Lo mau ngancam gue pake apa sekarang? Eh bentar, ini lo ngebuntutin gw dari tadi? Lo tahu kan kalau hal seperti ini bisa dianggap sebagai tindak kejahatan? Lo ini penguntit."
Ujaran Dongju yang berapi-api membuat Geonhak menoleh tidak sabar.
"Kalau kamu masih ingin menjalani hidup kamu dengan baik, mending kamu ikuti perintah saya sekarang."
"Wah," Dongju berdecih tidak percaya. "Lihat! Lo beneran mulai ngancam gue, Direktur Kim yang terhormat. Lo udah gila, sama kayak ade lo."
Dongju berbalik dan terpaksa melanjutkan berjalan ke tempat yang agak jauh untuk menunggu taksi terkutuk sialan yang tidak kunjung lewat.
"Nggak akan ada taksi yang bawa kamu sepagi ini di sini, kecuali kamu harus berjalan setengah jam sampai ke halte bis."
Dongju menahan diri untuk tidak melirik Geonhak yang mengikuti dengan mobilnya. Dia mengacungkan jari tengah ke arah Geonhak sebagai tanggapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELUSIONAL MR.KIM || Leedo 🔞⚠️ (COMPLETED✅)
Fiksi PenggemarSon Dongju berusaha mencari kebenaran atas kematian ibunya, tapi saat bertemu Kim Geonhak, dia justru menemukan hal lain yang lebih menarik dan mampu mendistraksi semua rencana yang telah ia susun untuk menemukan sang pembunuh. Bersama Kim Geonhak...