"Ju, lo harus segera pergi dari tempat ini."
Son Dongju jelas bingung. Dia menatap pada Yoona yang berbisik dari balik pagar penuh tumbuhan rambat. Wajahnya terlihat pucat, rambut kusut dan ada luka sobek di dekat dagu. Keringat membasahi keningnya. Membuat beberapa helai poni gadis itu menempel tidak beraturan.
"Lo kenapa? Yoona?"
"Pergi, Ju. Di sini terlalu berbahaya. Gue juga takut."
Mata Yoona bergerak acak. Dia melirik ke kiri dan kanan seolah akan ada sesuatu yang mendekat ke arah mereka.
"Ya kalau gitu kita pergi bareng-bareng,"pekik Dongju.
Ketika tangan Dongju terulur pada celah pagar berwarna putih itu, dia merasakan sebuah todongan di pelipisnya. Benda keras yang ditekan cukup dalam oleh tangan seorang pria. Dongju tidak bisa melihat dengan jelas. Hanya lewat sudut mata dia menangkap sosok bertubuh tinggi dan berpakaian serba hitam.
"Lo pikir lo bisa lari dari gue?"
Suaranya tidak asing. Sungguh. Tapi Dongju lupa dimana dia pernah mendengarnya.
"Lo_"
Dongju belum sempat mengatakan apa-apa saat ia mendengar sebuah letusan. Membuat matanya mengerjap diiringi kilat cahaya yang entah datang darimana. Dia pikir dia sudah mati. Mungkin kepalanya pecah dan otaknya berceceran. Tapi tidak. Dia masih melihat pagar warna putih dengan daun rambat hijau segar itu. Namun sekarang pagar di depan matanya terperciki oleh cairan merah yang menetes-netes pelan.
Mata Dongju membeliak. Dia hendak mundur, tapi tubuh pria itu menahan pergerakannya.
"Kematian yang indah dan cepat. Sama sekali tidak terasa sakit. Bukan begitu, Ju?" bisiknya dengan napas tertahan oleh masker hitam yang menutupi wajah.
Dongju tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Darah itu berasal dari kening Yoona. Ada lubang akibat tembusan peluru. Menjadi jalan keluar bagi cairan segar berwarna merah yang mengenai dedaunan.
"Sekarang giliran lo."
Dongju gemetaran. Pria itu berjalan ke depan, menatapnya dengan sorot retina yang gelap. Dongju tahu dia tidak punya pilihan. Tidak ada tempat untuk melarikan diri, dan tidak ada satu pun yang akan menolongnya.
"Dongju!" Suara lain muncul. Memanggil seperti datang dari arah berlawanan dengan posisi mereka. Dongju tidak sempat melihat siapa itu.
Mata Dongju yang sudah terpejam bersiap menyambut kematian kembali terbuka. Kali ini di atas keningnya tidak ada todongan pistol, wajah pria misterius yang tertutup, atau pun noda darah memercik dimana-mana. Dia malah mendapati sebuah langit-langit dengan gypsum ukir yang indah. Dongju sontak terbangun. Kepalanya bergerak cepat, melihat sekeliling dengan bingung dan panik. Ini bukan tempat tidurnya yang berukuran sempit dengan busa agak keras. Dongju menurunkan pandangan. Jantung pemuda itu mencelos lega manakala ia mendapati tubuhnya masih utuh, tanpa luka tusuk atau darah dimana-mana.
Dongju beringsut menuruni tempat tidur Juyeon yang berukuran besar itu. Dia menghampiri meja kerja dimana laporan dan buku-buku referensi berserakan. Dongju lantas memunguti beberapa buku yang terserak di karpet lalu merapikannya. Dia juga menumpuk buku dan mematikan laptop Juyeon yang masih menyala. Tapi kemana pria itu?
Alih-alih mencarinya keluar, Dongju malah membuka semua tirai seolah itu adalah kamar dia sendiri. Dongju bahkan membuka pintu geser dari kaca yang seketika menghantarkan udara segar pagi hari. Dia meregangkan tubuh, menatap beberapa rumah di kanan kiri yang juga sama bagusnya dengan milik Juyeon. Menumpang di sini beberapa hari saja terasa sangat menyenangkan. Tidak ada suara hiruk pikuk tetangga yang ribut dengan aktifitas pagi. Tidak ada rasa takut akan perampok karena semua akses masuk benar-benar dibuat seaman mungkin. Bagaimana kalau dia memang benar tinggal di sini?
KAMU SEDANG MEMBACA
DELUSIONAL MR.KIM || Leedo 🔞⚠️ (COMPLETED✅)
Fiksi PenggemarSon Dongju berusaha mencari kebenaran atas kematian ibunya, tapi saat bertemu Kim Geonhak, dia justru menemukan hal lain yang lebih menarik dan mampu mendistraksi semua rencana yang telah ia susun untuk menemukan sang pembunuh. Bersama Kim Geonhak...