Thank u for reading, sampai ke chapter ini. Semoga ceritanya nggak mengecewakan ya ☺***
Sebuah terowongan. Gelap dan pengap. Dongju benci gelap. Apalagi tanpa dia tahu berbagai macam hal yang ada di sekitarnya. Hanya suara-suara tidak jelas yang menambah kesan takut. Suara gemericik air dari pipa-pipa selokan, suara cicitan tikus –yang beberapa di antaranya melewati kaki Dongju, suara berserak. Entah langkah kaki di belakang anak itu, atau langkahnya sendiri yang terseok ragu. Kedipan cahaya samar tersirat dari atas langit-langit berbentuk cekung. Dongju melihat tembok penuh lumut dan tetesan air. Membasahi permukaan rambutnya setiap kali satu butir cairan itu terjun pelan.
Tubuh Dongju lekas berbalik. Dia mendengar suara rintihan. Ujung terowongan itu terlihat sangat jauh. Titik putih sebagai jalan keluar pun ibarat fatamorgana di padang pasir.
"Dongju..."
Suara itu memanggilnya. Aneh sekali. Rasa takut seketika lenyap. Dia berlari seketika, menghampiri bayangan hitam yang terbujur dengan keadaan menelungkup.
"Dongju ... sini..."
Tepat di depan sosok itu, Dongju menghentikan langkah. Dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat sekarang. Ibunya mengulurkan tangan. Penuh darah dan lumpur.
"Eomma, apa yang_"
Suara pemuda itu tercekat.
"Sini, mendekat. Eomma mau bicara."
Lagipula lutut Dongju sudah lemas. Hingga ia membiarkan tubuhnya ambruk dan duduk di sebelah sang ibu yang terlihat sekarat.
"Eomma ... su- sudah menyerahkan semuanya padamu."
Kening Dongju berkerut. Bau amis bercampur karat dan air comberan terasa menyesakkan di rongga hidung.
"Simpan baik-baik."
"Apanya sih? Eomma ngomong apa? Aku nggak ngerti," pekik Dongju.
Wanita itu tertawa menyeramkan. Getir sembari menahan sakit. Jemarinya bergerak, terulur meraih ujung celana Dongju. Meremat celana jins Dongju yang sekarang terpapar noda merah. Sang ibu tidak menjawab, malah menangis tersedu-sedu, lirih, menakutkan. Dongju tidak bisa melihat wajahnya yang tertutup juntaian rambut. Suasana tegang dan di luar kendali. Emosi Dongju tiba-tiba menjeluak seperti muntah yang ditahan. Dia pun ikut menangis. Menyesali keadaan, dia kehilangan banyak hal yang tidak bisa dia pertahankan lagi.
"Eomma ada apa ini sebenarnya? Aku takut banget. Kalau Eomma mati, aku ikut aja. Semua orang di sekelilingku mati, Eomma."
Dongju merengek seperti anak kecil. Dia terisak, menunggu ibunya bicara. Perempuan itu hanya mengeluarkan rintihan-rintihan pelan.
"Benda itu ... sudah aman bersama kamu. Eomma yakin, dia tidak akan menemukannya. Karena hanya kamu, hanya kamu yang tahu."
Dongju menggeleng. Dia bahkan tidak paham dengan benda apa yang dimaksud. Tangannya sibuk menyeka tetesan air mata. Sementara sang ibu di samping Dongju kembali diam, atau mungkin sudah kehilangan nyawa.
Suara ketukan terdengar samar-samar, seolah datang dari tempat yang jauh. Beradu dengan dering alarm dari ponselnya di pinggir bantal. Kedua bunyi itu tidak mau berhenti saling bersahutan. Kedua mata Dongju terbuka. Dia menyesuaikan diri saat kembali dari dunia mimpinya yang seperti cerita bersambung itu. Dongju meraba pelupuk mata. Basah. Dia benar-benar menangis.
Sambil mengeliat malas, Dongju meraih ponsel dan menggeser tombol off. Dia lalu memanggil semua kesadaran dalam dirinya agar bisa menapakkan kaki ke lantai tanpa harus terhuyung-huyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELUSIONAL MR.KIM || Leedo 🔞⚠️ (COMPLETED✅)
FanfictionSon Dongju berusaha mencari kebenaran atas kematian ibunya, tapi saat bertemu Kim Geonhak, dia justru menemukan hal lain yang lebih menarik dan mampu mendistraksi semua rencana yang telah ia susun untuk menemukan sang pembunuh. Bersama Kim Geonhak...