Dongju menyapu seluruh sisi ruangan tempatnya disekap dengan gerakan bola mata yang cepat. Tidak buruk. Sebuah kamar dengan perabotan minimalis dan tempat tidur besar di pinggir jendela. Lantainya dilapisi karpet halus juga empuk berwarna putih susu. Seluruh cat didominasi nuansa krem lembut. Jendela yang bertengger di tengah-tengah tembok itu menghadap langsung ke arah kawasan pantai dan bisa dilihat jelas dari lantai dua ini. Dongju sempat berpikir dia akan dibawa ke Gudang-gudang bekas. Seperti yang biasa ia tonton dalam adegan film.
Juyeon tidak melepaskan borgol di yang mengikat kedua lengannya di belakang punggung. Membuat Dongju hanya mampu duduk bersimpuh di atas ranjang sambil memikirkan cara untuk bisa keluar dari tempat itu. Kepingan puzzle yang selama ini Dongju cari akhirnya melengkapi seluruh gambaran masa lalu Dongju. Selain fakta bahwa Juyeon sudah terlanjur dia anggap sebagai kakak sendiri, Dongju ingin menepis kenyataan pria itu juga yang sudah memporak porandakan hidupnya. Tubuh Dongju meremang. Membayangkan Juyeon terlalu banyak tahu tentang dia dan masih bersikap baik hanya untuk mendapatkan kepercayaannya.
Suara pintu yang dibuka membuat Dongju langsung menegakkan tubuh. Juyeon masuk hanya dengan menggunakan mantel mandi sambil menenteng dua kantung belanjaan. Dia memuntahkan semua isinya di atas ranjang, membuat Dongju beringsut sedikit, memasang kewaspadaan dalam diri.
Dengan gerakan santai, Juyeon duduk di hadapan Dongju. Sebelah kakinya ditekuk, memperlihatkan bentuk pahanya karena bagian tengah mantel itu tersibak.
"Lihat, aku bawa semua kesukaan kamu. Ada sosis, roti isi, keripik kentang, cokelat, oh ini juga, permen jeli," Juyeon mengangkat sebungkus permen jeli berbentuk beruang warna warni itu ke depan wajah Dongju. Ekspresinya langsung menampakkan keterkejutan.
"Wah, kok bisa aku hafal semua makanan favorit kamu, ya? Hebat nggak sih?"
Dongju malas menanggapi. Dia memalingkan wajah dan memilih menatap pantulan tubuh Juyeon dari cermin meja rias.
"Hei, kenapa? Aku pikir ini bagian dari rencana kamu, memancingku untuk akhirnya datang sendiri dan mengakui semua yang sudah aku lakukan."
Tangan dingin Juyeon mengusap lembut pipi Dongju. Pemuda itu memejamkan mata. Tubuhnya gemetar menahan seluruh amarah dan kebencian yang diaduk secara acak.
"Kamu tinggal bunuh aku sekarang, Hyung. Apalagi memangnya yang kamu mau?"
"Oh hooo ..." Juyeon terkekeh.
Pria itu membuka bungkus roti isi dan menyobek bagian ujung roti itu. Tangannya terulur, mencoba menyodorkan potongan roti ke dekat mulut Dongju.
"Biasanya kita ngobrol sambil makan, kan?"
Dongju tidak sudi. Seluruh rasa lapar yang sempat ia alami selama perjalanan tadi pun seketika lenyap. Di hadannya, Juyeon menatap tajam tapi tetap tersenyum.
"Aku kasih tahu, ya? Kamu harus tetap makan Ju, itu kalau kamu ingin punya sisa tenaga untuk berhadapan denganku selama kita di sini."
Dongju tidak mengerti apa maksud perkataanya. Dia tahu Juyeon hanya berusaha memprovikasi sehingga dia leluasa mengintimidasi Dongju melalui berbagai ancaman. Melihat Dongju yang masih mengatupkan bibir dengan ekspresi dingin, Juyeon pun mengeluarkan ponsel dari saku mantel.
"Kamu tahu semua orang sedang berusaha cari kamu sekarang, termasuk Kim Geonhak."
Dongju refleks menoleh saat mendengar nama itu disebut. Sebelah tangan Juyeon menggeser-geser layar ponsel lalu membuka sebuah foto yang dikirim dalam kolom chat. Dia menunjukkan foto itu ke depan mata Dongju. Foto Kim Geonhak saat tengah sedang berdiri dengan dua orang pria yang tidak Dongju kenal di sampingnya. Mereka terlihat sedang mengamati sebuah mobil kosong. Dengan terampil, jemari Juyeon memperbesar skala layar.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELUSIONAL MR.KIM || Leedo 🔞⚠️ (COMPLETED✅)
FanficSon Dongju berusaha mencari kebenaran atas kematian ibunya, tapi saat bertemu Kim Geonhak, dia justru menemukan hal lain yang lebih menarik dan mampu mendistraksi semua rencana yang telah ia susun untuk menemukan sang pembunuh. Bersama Kim Geonhak...