Part 1
_______Aurora mencebikkan bibir sedih, meski Ardan berusaha menghiburnya. Tetap saja ia ingin menangis. Mengingat hubungan mereka yang tak kunjung direstui. Padahal sudah dua kali Ardan melamarnya di depan Papi. Malah berakhir dengan Ardan yang dipukuli Papi.
Merasa bersalah karena memberi saran pada Ardan agar pria itu mengatakan telah menidurinya.
Iya, memang mereka pernah tidur bersama, bahkan telah melihat tubuh tanpa sehelai benang satu sama lain, tapi sama sekali mereka tidak bertindak jauh.
Ardan berhenti saat malam itu.
"Kok Ardan berhenti?" tanya Aurora. Tatapannya begitu sayu pada Ardan yang sedang menindihnya. Ardan yang tak kunjung memasukinya.
"Maaf Aurora. Kita belum boleh lakuin ini," ujar Ardan lembut. Sebelum menarik tubuhnya, ia mengecup kening Aurora lalu turun dari atas ranjang. Memakai celananya.
"Ardan mau ke mana?" Aurora beringsut duduk menatap Ardan yang ingin keluar dari kamar.
"Ke kamar mandi. Tunggu bentar, ya?" Aurora mengangguk pelan, setelahnya Ardan keluar dari kamar meninggalkan Aurora yang terpekur dengan pikirannya.
"Hei." Aurora tersentak saat Ardan memanggilnya. Ia kembali menatap Ardan lewat layar ponselnya.
"Aku kangen sama Ardan," ujar Aurora manja. Sudah dua hari ia berada di rumah orang tua Megumi, selama itu juga tidak pernah bertemu dengan Ardan.
"Iya. Secepatnya kita ketemu. Sebelum itu aku mau ketemu Papi kamu dulu," sahut Ardan lembut. Tidak lupa pria itu mengukir senyum menenangkan.
Aurora mencebikkan bibirnya seraya mengedarkan bola matanya, kemudian menghela nafas pelan. "Em ... Ardan gimana kalau kita kawin lari aja?"
Di seberang sana Ardan mengerjap pelan. Tentu terkejut dengan perkataan Aurora. Kemudian mendengus geli. "Yang ada aku tinggal nama kalau aku ajak kamu kawin lari, Sayang."
"Ih jangan ngomong gitu!" protes Aurora.
"Ya makanya kamu yang sabar. Lagian Rion juga mau bantuin kita, kan?"
"Ka-kalau Papi masih gak restuin?" Dada Aurora berdebar cemas. Ia sangat cemas jika ketiga kalinya Ardan meminta restu pada Papi lalu Papi tetap menolak, maka Ardan akan berhenti berjuang.
Aurora tidak ingin kehilangan Ardan.
"Pokoknya Ardan harus berjuang! Walaupun Papi tetep gak ngasih kita restu. Kalau Ardan nyerah, aku bakal bunuh diri!" Aurora menambahkan. Menatap Ardan dengan ekspresi serius.
"Ya jangan Sayang. Kok kamu ngomong gitu? Aku gak suka, ya? Kamu harus percaya sama aku, oke?"
Aurora tersenyum lebar seraya mengangguk. Mendekatkan wajahnya ke arah layar. "Mau cium Ardan."
"Rora kamu ngapain?"
Aurora mengerjap pelan, ia menoleh ke arah pintu. Bibirnya masih dimajukan seakan minta dicium. Menatap Ami. Menyengir lebar, ia menunjuk ponselnya. "Lagi teleponan sama Ardan terus minta cium." Di seberang sana, Ardan yang mampu menghela nafas pelan seraya membuang pandangan. Merasa malu dilihat oleh ibunya Megumi.
Via mendengus geli. Pantas saja Iyo enggan Aurora menikah. Sikap Aurora masih saja polos.
"Kalau udah kelar, turun ke bawah, ya? Kita makan bareng."
"Oke Ami." Aurora mengacungkan jempol lalu kembali menatap layar ponselnya. "Ardan mana ciumnya?"
"Nanti aja kalau kita ketemu." Ardan mendengus geli melihat ekspresi cemberut Aurora. Mereka pun memutuskan sambungan karena Aurora diajak makan malam bersama dengan Abi dan Ami.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERPEN
Short StoryKumpulan beberapa cerita..... LIST : ⬇️ 1. CERPEN : CITRA✔️ 2. CERPEN : ODIT✔️ 3. CERPEN : AURORA✔️ 4. CERPEN : FREYA✔️ 5. CERPEN : KALEA✔️ 6. CERPEN : UNA✔️ 7. CERPEN : SHARMA✔️ Copyright ©2021 NanasManis