CERPEN : SHARMA

6.8K 483 43
                                    

Part 1
_____

Mata Sharma yang tadinya terpejam setelah mematikan alarm ponselnya seketika terbuka. Melotot sempurna. Segera bangun dari tidurnya. Keluar dari kamarnya dan pergi ke kamar sebelah. Membuka pintunya dan segera mengguncang badan putranya yang masih nyenyak tidur.

Remy mengerang kesal, masih memejamkan mata. Bahkan memeluk bantal guling dan memperbaiki posisi tidurnya.

Dengan jengkel, Sharma menepuk bokong putranya tersebut. "Bangun Remy!! Ayo bangun! Nanti kamu terlambat ke sekolah!"

"Remy kan udah gak sekolah Mommy!" erang Remy masih dengan memeluk erat bantal guling.

"Astaga anak ini!" Dengan sekuat tenaga Sharma menggendong badan Remy yang sangat berat. Mengerahkan tenaga membawa Remy ke kamar mandi diiringi dengan omelan.

"Aku udah gede Mom! Gak boleh dimandiin lagi!" teriak Remy saat ia hendak membuka celana tidur putranya itu. Sharma berdecak pelan. Menyuruh Remy untuk cepat-cepat mandi setelah mencipratkan air ke wajah Remy agar anaknya itu membuka mata.

Saat melewati cermin yang ada di kamar mandi, barulah Sharma tersadar jika wajahnya sangat-sangat mengerikan. Semalam, tak sempat membersihkan wajahnya karena sangat mengantuk. Segera mencuci mukanya.

"Mommy keluar! Remy mau mandi!" Usir anaknya itu membuat Sharma mendengus pelan. Segera keluar dari sana. Mencepol asal rambutnya yang kusut, ia segera menyiapkan seragam untuk Remy.

"Remy cepetan mandi!!" teriaknya. Lalu berlari ke kamarnya untuk mengganti pakaiannya. Mengambil asal baju terusan polos serta kardigan. Memoles bibirnya agar ia tidak terlihat pucat. Ini hari pertama Remy masuk di sekolah baru. Ia akan bertemu dengan wali kelas.

Sharma mendengar teriakan Remy yang ingin memakai seragam. Anaknya itu, tak ingin dimandikan, tapi jika urusan memakai baju, tetap saja berteriak memanggilnya.

"Iya, iya tunggu!" serunya seraya beranjak, kembali ke kamar Remy.

"Kok seragamnya jelek, Mom."

"Heh! Jangan ngomong gitu!" tegur Sharma. Memaksa Remy memakai celana berwarna merah tersebut. Ia pun menyisir rambut Remy. "Siapa suruh kamu nakal. Di sekolah ini kamu gak boleh nakal, ngerti!"

"Anak laki-laki harus nakal, Mommy!"

Sharma memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan dirinya. Kemudian melotot pada Remy yang sama sekali tak ada takut-takutnya padanya.

Kemudian ia tersenyum, menekuk dua kakinya agar sejejar dengan Remy. Menangkup wajah putranya itu yang sama sekali tak mirip dengannya. Hanya mata yang ia turunkan pada Remy. Senyumnya sangat manis. "Kalau kamu nakal dan dipindahin sekolah lagi, Mommy bakal masukin kamu ke pesantren."

"Gak mau!!" seru Remy cepat.

"Nah, makanya jangan nakal. Ayo cepat!" Sharma kembali berdiri. Menyuruh Remy untuk mengambil tas ranselnya, tapi Remy langsung keluar dari kamar membuat Sharma berdecak kesal dan meraih tas Remy.

Mengendarai mobil menuju ke sebuah sekolah negeri. Memilih sekolah negeri, karena sudah tiga sekolah swasta tempat Remy menempuh pendidikan, tapi anaknya itu selalu memberontak. Ada-ada saja kenakalan yang Remy lakukan padahal usia Remy belum genap delapan tahun. Bagaimana jika Remy besar nanti?

Sharma merasa usianya sepuluh kali lipat dari usianya sekarang jika menghadapi Remy. Belum lagi jika Remy tantrum. Menangis meraung dan melempar apapun yang ada di dekatnya.

"Remy, inget kan pesan Mommy," sahut Sharma lembut melirik sekilas anaknya itu yang terlihat cemberut. "Apa yang gurunya Remy bilang, Remy harus pastuhi. Remy gak boleh nakal. Gak boleh ngebantah. Gak boleh ...."

CERPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang