CERPEN : UNA

3.6K 430 20
                                    

Part 3
______

6 tahun kemudian

Una menghela nafas usai memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper. Di hadapannya saat ini ada tiga koper besar yang akan ia bawa pulang. Pulang ke tempat kelahirannya.

Badannya begitu letih karena melakukan packing seorang diri, hingga ia memilih merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap langit-langit kamarnya. Mungkin ini terakhir kalinya ia akan menatapnya.

Enam tahun lamanya tinggal di sini, Una tentunya akan merindukan kesehariannya di sini.

Enam tahun yang lalu, Om David ternyata benar-benar membantunya agar ia lanjut S2 bahkan Mami tidak lagi rewel entah apa yang Om David lakukan pada Maminya itu hingga Mami bungkam, tidak lagi merecokinya tentang pernikahan.

Mungkin menurut Mami, waktu dua tahun cukup singkat hingga ia akan kembali lagi ke Jakarta. Tapi, Una telah merencanakan segalanya. Mencoba mengakrabkan diri pada Om David, karena ayah tirinya itu satu-satu harapannya agar ia terlepas dari jeretan Mami yang mengatur hidupnya. Om David yang memang dari dulu ingin dianggap ayah oleh Una tentunya senang. Menuruti segala keinginan Una, bahkan setelah lulus S2, Una tak pulang dan memilih mencari pekerjaan di tempat tinggalnya tersebut. Selama enam tahun ini pun Una tak pernah pulang. Hanya Mami yang sesekali mengunjunginya, biasa dengan Om David. Juga dua saudari tirinya. Meski mereka belum terlalu akrab, tapi seiring berjalannya waktu, Una mulai berpikir terbuka. Dua saudari tirinya tidak seperti saudari tiri Cinderella, jadi ia pun tak memasang sikap acuh pada mereka. Mencoba membuka diri dan mengkarabkan diri.

Saat tiba di tanah air, ia dijemput oleh supir yang Om David siapkan untuknya. Ia termenung. Tiba di rumah, ia langsung beristirahat karena tidak harus menyapa orang rumah yang telah tidur nyenyak.

Barulah keesokan harinya, Una saling tatap dengan Mami. Pagi buta Mami membangunkannya. Harusnya ia tidak lupa mengunci pintu.

Tapi, tetap saja kan.

Meski ia mengunci pintu kamar, Mami tetap membangunkannya.

Hal yang membuat Una heran setelah ia keluar dari kamar mandi adalah saat Mami menyiapkan pakaiannya.

Una saat ini berusia dua puluh delapan tahun. Apa mesti Mami masih menyiapkannya pakaiannya, bahkan pakaian dalam pun?

"Mami ngapain?" tanya Una heran.

Mami hanya menatapnya tajam, lalu menuntunnya untuk duduk di depan meja rias.

Lewat pantulan cermin, ia bisa melihat senyuman manis Mami seraya memijat lembut kepalanya kemudian meraih pengering rambut. Mulai mengeringkan rambutnya.

Jujur saja Una merindukan perlakuan Mami seperti ini. Ia merasa Mami sangat perhatian dan menyayanginya.

Usai mengeringkan rambutnya, Mami mulai menyisirnya.

"Mam, kita mau ke mana?" Melihat Mami yang mulai merias wajahnya, Una tak bisa menahan diri untuk bertanya. Mami sekilas membalas tatapannya lewat pantulan cermin.

"Bukan kita. Tapi kamu doang," ujar Mami pelan, kemudian menekan kedua pundaknya. Mami kini berdiri di belakangnya dan menatapnya lurus. "Sebentar lagi Banyu akan jemput kamu untuk sarapan bareng."

"Banyu?" Una mengkerutkan keningnya.

"Iya. Banyu Caturangga!" ujar Mami penuh penekanan kemudian melanjutkan kegiatannya tadi.

Una kembali diam. Kepalanya kini penuh dengan berbagai pertanyaan.  

Hingga duduk berhadapan dengan sosok pria yang berkenalan dengannya enam tahun lalu.

CERPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang