Part 2
_____Sharma berkeringat meski pendingin ruangan tersebut menyala. Badannya bergetar. Wajahnya memerah dan air matanya mengalir serta giginya bergemelatuk. Merasakan kesakitan luar biasa. Berteriak keras seiring dengan suara dokter yang membantunya dalam persalinan tersebut.
Genggaman tangannya pada Bunda menguat. Suara Bunda juga mengisi indera pendengarannya.
Sharma menyesal memilih persalinan normal. Kalau tau rasanya sesakit ini, lebih baik ia dioperasi caecar saja.
Tapi, mengingat jika penyembuhan pasca melahirkan normal lebih cepat dan itulah alasannya memilih melahirkan normal.
Sharma mengedan kuat. Urat di pelipis juga di lehernya menonjol. Matanya membulat dengan kepala sedikit terangkat melihat ke bawah saat merasakan sesuatu keluar di bawah sana.
Sharma berteriak keras dan suara tangis bayi pecah mengisi ruangan tersebut. Seluruh badan Sharma melemas, pegangannya pada tangan Bunda mengendur. Ia merasakan kecupan di kepalanya, juga mendengar suara Bunda yang mengucap syukur. Bahkan Bunda menangis penuh suka cita.
Sharma tersenyum saat melihat bayinya yang telah dibersihkan. Suara bayi mungil itu terdengar begitu lirih, merengek.
Bayi tersebut telah berada di atas dada Sharma dengan posisi tengkurap. Mata Sharma memanas. Dengan hati-hati mulai menyentuh bayi mungil tersebut. Ia merasakan kehangatan dalam hatinya.
Putranya itu membuka matanya, seakan ingin melihat wajah ibunya. Sharma kembali tersenyum, tapi saat mengamati putranya tersebut, ia merengut. Lalu menatap Bunda. "Bunda, kok gak mirip aku sih?"
Bunda tertawa pelan. "Tapi matanya mirip kamu kok, Nak."
Setelah itu putranya kembali diambil oleh suster, mulai diselimuti.
Orang-orang yang menunggu kabar kelahiran putranya pun mengucap syukur dan bersuka cita menyambut putranya.
Ayah senantiasa menggendong putranya yang diberi nama Remy tersebut. Tak ingin memberikannya pada Bunda yang tak puas menggendong bayi mungil tersebut. Melihat hal tersebut membuat Sharma tertawa. Perasaannya menghangat.
Namun, saat tatapannya melihat sosok yang berdiri di dekat pintu tengah mengamati orang tuanya, tawa Sharma berhenti. Pandangannya bertemu dengan Benja. Ia tersenyum tipis.
"Ayah, Ben mau gendong anaknya." Setelah beberapa bulan terakhir. Memaafkan Benja dan berdamai dengan masa lalunya membuat Sharma tak ingin bersikap egois. Remy butuh ayahnya. Apalagi Benja ingin bertanggung jawab meski ia tolak. Namun, setiap bulannya Benja akan menemaninya jika jadwalnya bertemu dengan Dokter Kandungan. Bahkan menemaninya saat ia ikut kelas senam ibu hamil. Benja selalu siap sedia. Seperti beberapa saat yang lalu, saat Bunda menghubungi Benja jika air ketubannya telah pecah, Benja meninggalkan pekerjaannya. Pria itu saat ini bekerja menjadi fotografer.
Remy pun kini berada digendongan Benja. Pria itu begitu kaku menggendong anak mereka. Mengajak bicara Remy meski Remy sedang tidur.
Anak mereka ....
Benja menegakkan kepala, tatapan mereka bertemu. Keduanya melempar senyuman. "Remy mirip aku, ya?"
"Nyebelin. Aku yang ngandung dia selama sembilan bulan, tapi cuma matanya doang yang mirip," dumelan Sharma membuat orang-orang tertawa.
"Gak pa-pa kok mirip Benja, kan dia ayahnya Remy," sahut Bunda. "Kalau bisa sifatnya juga, ya? Jangan kayak ibunya, pemalas, sampai pernah tinggal kelas."
"Iih Bunda!" ujar Sharma kesal.
"Sharma pernah tinggal kelas, Bun?" tanya Benja.
"Ben, mending kamu diem deh!" sahut Sharma ketus, apalagi saat Benja tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERPEN
Short StoryKumpulan beberapa cerita..... LIST : ⬇️ 1. CERPEN : CITRA✔️ 2. CERPEN : ODIT✔️ 3. CERPEN : AURORA✔️ 4. CERPEN : FREYA✔️ 5. CERPEN : KALEA✔️ 6. CERPEN : UNA✔️ 7. CERPEN : SHARMA✔️ Copyright ©2021 NanasManis