Part 5
_____Mata sipit itu membaca data pasien terakhirnya. Percival Remy Benjamin. Keluhan yang dialami anak berusia tujuh tahun sebelas bulan tersebut, yaitu sakit perut.
Kepala Regan menegak saat pintu ruangannya terbuka. Suster yang menjadi asistennya masuk bersama pasiennya dan juga ibu pasiennya tersebut.
Bersikap profesional, Regan tersenyum ramah.
Menjadi dokter spesialis anak tentunya sikap dokter tersebut harus ramah dan penuh senyuman. Berbanding terbalik dengan sikap Regan. Namun, karena profesional, maka dalam menghadapi pasiennya yang rata-rata berumur sepuluh tahun ke bawah membuat Regan menghilangkan sikap dinginnya.
Sharma yang melihat Regan tersenyum begitu ramah, tercengang. Padahal tadi, saat mengetahui jika hari ini jadwal praktek dokter anak adalah Regan, ia ingin membawa Remy pulang saja. Karena pertemuan terakhirnya dengan Regan tidak berlangsung baik, pria itu meninggalkannya begitu saja tempo hari.
Namun, di hadapannya saat ini Regan yang dengan hangat bertanya apa yang Remy rasakan. Tentunya dengan suaranya yang lembut dan terkesan ramah. Tipikal dokter spesialis anak.
"Aku mau pup terus," ujar Remy. Kondisi anaknya itu lesuh seraya baring di atas ranjang pasien. Regan mulai menyentuh perut Remy.
"Sudah berapa lama?"
Sharma tersentak saat Regan beralih menatapnya. Ia melirik putranya lebih dulu, lalu menatap Regan. "Dari tadi malam. Aku udah kasih obat kok, tapi gak ada perubahan."
Regan mengangguk. Mulai memeriksa Remy, bertanya pada anak kecil itu, "Kalau di sekolah, kamu makan apa?"
Remy berpikir sejenak. "Makan telur gulung, cilok, telur sosis ... em ... apa lagi, ya? Pokoknya banyak."
Kening Regan mengernyit. "Jajannya di kantin?"
"Bukan. Di luar pagar sekolah."
Regan terdiam. Lalu membuatkan resep obat untuk Remy. "Kalau di sekolah, kamu jangan jajan sembarangan."
"Ih suka-suka aku dong!" Remy yang merasa dimarahi, mulai berujar kesal.
"Remy!" tegur Sharma.
Remy memegang perutnya. "Mom, aku mau pup," rengeknya.
"Duh, ya udah. Ayo kita ke toilet." Sharma berdiri, bersiap pamit pada Regan, tapi Regan mendahuluinya bicara.
"Di toilet di sini saja." Regan membuka pintu toilet di ruangannya tersebut. Segera Remy masuk. Sharma hendak masuk, tapi Remy menutup pintu membuat wajah Sharma hampir saja mencium daun pintu tersebut.
Sharma berdiri canggung di depan pintu. Sesekali melirik Regan yang membereskan barang-barangnya masuk ke dalam tas ransel. Seketika sikap ramah pria itu hilang. Apakah Sharma harus sakit juga agar Regan bersikap ramah padanya?
Eh?!
Sharma tersentak dengan pikirannya sendiri. Segera ia membuang pikirannya tersebut.
Suster yang mengantarnya masuk tadi, membuka pintu. Bicara pada Regan dan Regan menyuruhnya untuk pulang duluan, mengatakan jika pasien terakhirnya adalah kerabat dekat. Maka asistennya itu pamit pulang.
Sharma yang mendengar hal tersebut mendengus pelan.
Merasa ditatap membuat Regan menatap balik Sharma. Ekspresi Regan kini kembali dingin membuatnya membuang pandangan. Mengetuk pintu di hadapannya dan bicara pada Remy. Anaknya itu berteriak jika masih menuntaskan panggilan alam.
"Memangnya anakmu sekolah di mana?" tanya Regan. Sharma tersentak karena Regan kini berdiri di sebelahnya. Ia menoleh membalas tatapan pria tanpa ekspresi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERPEN
Short StoryKumpulan beberapa cerita..... LIST : ⬇️ 1. CERPEN : CITRA✔️ 2. CERPEN : ODIT✔️ 3. CERPEN : AURORA✔️ 4. CERPEN : FREYA✔️ 5. CERPEN : KALEA✔️ 6. CERPEN : UNA✔️ 7. CERPEN : SHARMA✔️ Copyright ©2021 NanasManis