04. Bitter truth

756 123 60
                                    

     Jeonathan sudah seperti orang linglung setelah mendengar dengan jelas ucapan adik dari ibunda Meira tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


     Jeonathan sudah seperti orang linglung setelah mendengar dengan jelas ucapan adik dari ibunda Meira tersebut. Ini benar-benar di luar dugaannya, sama sekali tak terbesit sedikitpun hal gila terjadi hingga menyebabkan Meira hampir kehilangan nyawa. Nathan cukup mengenal baik bagaimana Meira di sekolah, namun sayangnya ia tidak mengetahui dengan siapa gadis itu memiliki hubungan lebih dari teman.

Kabar hari ini terlalu mengejutkan baginya, bahkan sejak pagi saat wali kelas menerima surat izin dari pihak keluarga Meira pun, Nathan hanya menduga jika temannya mengalami demam biasa. Tetapi, semua dugaannya salah besar. Nathan ikut prihatin dengan apa yang di alami teman sekelasnya.

Di saat hatinya masih teramat shok, Nathan juga harus tegar agar ia bisa menguatkan Khanza yang lebih terguncang daripada dirinya. Nathan dan Khanza memang tak berhasil bertemu Meira lantaran kondisinya masih dalam penanganan dokter. Tak apa, keduanya dapat memaklumi itu. Yang terpenting saat ini Meira sudah melewati masa kritis.

Dua jam lebih Nathan bersusah payah membujuk Khanza keluar dari rumah sakit, hingga akhirnya gadis itu patuh dan mau naik ke atas motor. Namun, ketika Nathan hendak mengantarkannya pulang, Khanza buru-buru menolak, gadis itu justru memberitahukan alamat lain kepada Nathan agar mengantarkannya ke sana.

Nathan sempat ragu, sebab hari mulai petang dan ia tak mengenal daerah tersebut. Sampai Khanza menyebut rumah sang Nenek, barulah Nathan merasa tenang dan menyetujui keinginan Khanza pergi ke alamat yang dituju.

Beberapa saat setelah motor besar Nathan sampai tujuan.

Rumah bertingkat dua di seberang jalan  nampak sepi. Nathan membuka kaca helm nya dengan posisi masih di atas motor sedangkan Khanza sudah turun seraya membenahi seragamnya, ia mengulurkan jaket milik Nathan sebelum kakinya beranjak dari sana.

“Za, kamu yakin gak mau aku antar?” Nathan bertanya sembari menerima jaket yang diberikan Khanza.

“Tidak perlu, Than. Kamu pulang saja.”

Nathan mengangguk-anggukan kepala. “Baiklah, aku pulang. . Za, kalau ada apa-apa segera hubungi aku, ya. Aku siap bantu kamu.” katanya lagi.

Kali ini Khanza yang menganggukan kepala pelan, ia mengerjapkan mata lantas menatap Nathan sendu. “Soal, Meira. . ” Khanza diam, ia menunduk berusaha menyembunyikan matanya yang kembali basah.

Jeonathan dengan cepat turun dari motor, tangannya menyentuh kedua sisi bahu Khanza. “Za, lihat aku!” titahnya. Cengkramannya sedikit mengguncang hingga berhasil membuat Khanza mendongakan kepala lagi. “Bukan cuma kamu saja yang sedih, aku juga. . Meira temanku juga, kita harus kuat untuk dia. Meira butuh dukungan agar dia bisa bangkit lagi.” Khanza diam, tak menjawab apa-apa, hingga ia merasakan sentuhan lembut saat tangan Nathan yang menghapus air matanya.

Khanza meringis lagi, bukan tenang yang hadir, ia semakin terisak. Jauh dalam lubuk hatinya mungkin berkata, bukan hanya Meira yang membutuhkan dukungan tetapi dirinya juga.

𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑 𝐒𝐇𝐈𝐓 [𝐌]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang