07. Khanza

564 118 24
                                    

Haloow, lama tidak jumpahh.
Sebenarnya chapter ini udah siap lama sih, cuma karna gak ada yg nunggu ya syudah aku tahan dulu untuk publish🤣
.
.

Sebenarnya chapter ini udah siap lama sih, cuma karna gak ada yg nunggu ya syudah aku tahan dulu untuk publish🤣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Khanza menangis. Di dekap hangat nenek Kusuma, gadis itu menumpahkan semua kepedihannya. Mengadu pilu, menertawakan hidupnya sendiri serta menolak apa yang menurutnya tidak harus ia jalani.

Ya, rumah nenek lah ia sekarang. Kemarin saat Nathan meninggalkannya sendirian, Khanza nyatanya memanfaatkan waktu untuk pergi ke rumah sang nenek. Ia masih tidak tenang jika apa yang mengganggu pikirannya belum mendapatkan jawaban. Beruntung saat dirinya datang, nenek tengah sendirian. Juna selaku cucu yang paling dekat tidak berada di rumah-nenek bilang Juna ke luar kota.

Nenek Kusuma juga menawarkan agar Khanza tidur di rumahnya, hanya saja gadis itu menolak. Ia tidak mau Nathan cemas lantaran pergi tanpa sepengetahuannya. Terlebih lagi ketakutan terkuatnya adalah Vyandra. Khanza takut sewaktu-waktu kakaknya bisa datang kapan saja.

Bicara tentang kakak. Panggilan 'kakak' dimata Khanza berubah tafsiran. Jika dahulu kakak adalah saudara tertua yang harus dihormati dan di sayang, maka berbeda dengan sekarang. Faktanya, Vyan sendiri lah yang mengganti image kakak menjadi seorang bajingan. Bukan melindungi tapi menghancurkan.

Khanza tau, ia bukan lah adik kandung. Mendengar kata-kata bukan adik kandung, saja membuat Khanza nyaris mati, lalu bagaimana bisa Khanza harus menerima cinta dan perlakuan gila Vyandra kepadanya. Khanza tidak sanggup membayangkan hidup berdua dengan Vyan namun bukan lagi saudara, melainkan pasangan.

“Kamu cucu nenek, sampai kapanpun tetap cucuku.” tangan renta nenek Kusuma mengusap lembut surai coklat Khanza. Gadis itu belum berhenti dari isakannya.

“Nek, boleh Khanza tau sesuatu?”

“Apa? Katakan nak.”

Khanza mengurai dekapan sang nenek, menghapus air mata kemudian merogoh sesuatu dari kantong celananya.

Sebuah kalung dengan liontin love Khanza tunjukan pada neneknya. Beberapa detik nenek Kusuma tertegun sebentar, lantas menatap Khanza lagi.

“Khanza dulu pernah dengar, kalau ayah tidak akan membiarkan seorangpun menghilangkan atau memisahkan kalung ini dengan Khanza.” ucapannya terjeda saat Khanza menghela napas, entah rasanya berat sekali ia melanjutkan kalimatnya. “Bahkan, ibu juga bilang saat Khanza ulang tahun ke sepuluh. Jika suatu saat Khanza akan pergi jauh dengan kalung ini.”

Air matanya berderai lagi. “Apa itu artinya, bukan ayah dan ibu yang membeli kalung ini untuk Khanza, melainkan kalung ini lah yang ada bersama Khanza ketika ayah pertama kali mengadopsi Khanza.”

Nenek Kusuma diam. Beliau menunduk masih mengamati kalung tersebut. “Khanza tetap cucu nenek,” hanya itu yang beliau ucapkan. Jelas bukan sebuah jawaban-melainkan kalimat penenang agar gadis itu tak merasa sendiri.

𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑 𝐒𝐇𝐈𝐓 [𝐌]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang