13. Miscarriage

401 108 28
                                    

“Akhirnya aku tahu juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Akhirnya aku tahu juga.

Agustaf menutup kembali sebuah map yang ia minta pada bagian administrasi. Ia sedikit lega telah mengetahui identitas asli perempuan yang menyelinap masuk ke dalam mobilnya.

Khanza. Perempuan muda, bahkan terbilang belum mengerti apa-apa, harus mengalami hal buruk dalam hidupnya. Agustaf sendiri yakin jika perempuan itu tidak menyadari kehamilannya.

Malam di mana Agustaf membawanya ke rumah sakit, sempat ditolak oleh Khanza. Ia tidak ingin masuk ke area rumah sakit, bahkan saat seorang suster membujuknya turun dari mobil terkejut melihat Khanza. Bukan tanpa alasan, pasalnya Khanza adalah salah satu korban yang sudah masuk ke dalam ambulance menuju rumah sakit, namun ia kabur saat petugas medis lengah.

Apa penyebabnya tidak diketahui pasti, yang jelas Khanza tidak ingin terlihat diantara para korban di sana. Ia bahkan berani mengatakan, memilih mati dijalanan.

Agaknya, Khanza mengalami trauma. Ketakutan yang ia alami tidak main-main. Selalu waspada setiap kali mendengar derit pintu terbuka, tidak peduli siapa orangnya. Khanza tidak segan melempar benda apapun kearah orang tersebut.

Hari ini, hari ke tiga pasca operasi. Khanza dalam tahap pemulihan. Agustaf sekarang menambah rutinitasnya dengan mengontrol keadaan Khanza, terlebih ia baru saja kehilangan calon buah hati. Khanza di rawat dalam kamar khusus sesuai permintaannya.

"Mengamuk lagi?" tanya Agustaf, ketika dorongan pintunya disambut pemandangan luar biasa pada lantai kamar Khanza. Susu yang diantar suster tadi pagi, sudah tumpah ruah di lantai. Makanan bergizi yang Agustaf anjurkan berserakan jauh dari nampan.

Agustaf menutup pintu, melirik pada seorang suster berdiri di samping ranjang, memeriksa cairan infus yang macet lantaran Khanza banyak bergerak.

"Saya akan bereskan lantainya." seru suster, usai dengan tugasnya.

Menunggu beberapa menit setelah suster rampung dan keluar, Agustaf mengeluarkan ponsel pribadinya

"Apa ada yang ingin kau hubungi? Keluargamu? Barangkali,.. saya pinjamkan padamu." Agustaf suka rela menawarkan pertolongan pada Khanza, namun tak ada sahutan apapun. Sekali lagi Agustaf mengulurkan lebih dekat ponselnya.


"Saya tidak butuh itu." Agustaf mengangkat alisnya, bingung dengan jawaban Khanza yang nyaris tidak terdengar.

"Bisa kamu ulangi?"

Khanza mendongak menatap Agustaf, membuat pria itu bergeming. Ini kali pertama Khanza berani memperlihatkan mata bulatnya secara utuh. Setelah berhari-hari dirawat yang Agustaf dapati hanya tertidur dan menangis. Pun pakaian rumah sakit tidak sama sekali ganti, Khanza akan marah jika seorang Suster memintanya mengganti pakaian.

"Saya tidak ingin menghubungi siapapun. Dan jangan obati saya lagi!" katanya acuh. Air mukanya dingin, tak ada tanda-tanda memberi peluang bagi Agustaf meluluhkannya.

𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑 𝐒𝐇𝐈𝐓 [𝐌]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang