09. Bad Feeling [M]

1K 113 46
                                    

Halow para kesayangan Vyan.
Coba dong sapa wkwk

     Khanza terbangun, padahal hari masih begitu gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Khanza terbangun, padahal hari masih begitu gelap. Tepat jam di atas nakas menunjukan pukul dua dini hari. Khanza kehausan. Itulah yang menyebabkan ia terbangun disaat angin malam terasa menusuk-nusuk kulitnya.

Menyingkap selimut lantas menjuntaikan kakinya turun dari ranjang. Ia hendak menyalakan lampu kamar, hanya saja niatnya urung kala bayangan seseorang berdiri di ambang pintu.

Butuh waktu beberapa detik bagi Khanza mengenali bayangan siapa, namun seolah penasarannya kontan terjawab saat terdengar dehaman dari sana. Ya, Khanza baru saja sadar bahwa dirinya telah kembali ke rumah.

Khanza yang masih terduduk ditepi ranjang meremas seprai, tatkala sepasang sepatu mengetuk-ngetuk lantai bergerak mendekat. Mata Khanza bergerak gelisah, saliva tertelan susah payah. Apa yang akan terjadi padanya?

“Kau haus? Minumlah,” Khanza mengerjap mata beberapa kali, menyadari suara berat itu telah berada dihadapannya dengan segelas air putih.

Tak ada penolakan, Khanza menerimanya.

Vyan menyalakan lampu sehingga membuat pandangan Khanza begitu kontras dari sebelumnya. Ia menjauhkan air yang tertinggal setengah gelas, kemudian Vyan memintanya kembali dan meletakannya di atas nakas.

“Keluarlah, dan terima kasih untuk air minumnya.” ucap Khanza pelan.

Mendengar itu, tidak serta merta membuat Vyan mengiyakan. Ia justru berjalan menuju sofa dan mendaratkan bokongnya di sana.

“Aku akan tidur di sini. Kau bisa tidur kembali.”

“Tapi,”

“Jam dua lebih, Za. Tidurlah!” Usai dengan ucapannya, Vyan melepas jaket dan mulai merebahkan tubuhnya di sofa. Sementara Khnza, dari seberang memadamkan lampu kembali.

Ia naik ke atas ranjang, sesuai perintah Vyan. Khanza menyelimuti tubuhnya lagi, hanya saja sekarang ia kesulitan terlelap. Matanya waspada, menajamkan indra pendengarnya, kalau-kalau ada suara yang mengancam pertahanannya.

Sepanjang jarum jam berputar, Khanza sama sekali tidak memejamkan mata. Beruntungnya, selimut tebal yang menutupi tubuhnya cukup membantu Khanza berlindung dari ketakutan.  Barangkali, jika mudah dijabarkan rasa-rasanya Khanza seperti di kelilingi ribuan mata yang memandangnya tajam.

Seolah tubuhnya yang meringkuk dingin di bawah selimut, adalah mangsa empuk yang siap diterkam kapan saja.

Sejenak Khanza menutup mata, mengganti posisi tidur miring ke arah kiri lalu menarik selimut ke atas, lekas menenggelamkan kepalanya ke dalam. Kali ini tangannya meremas ujung selimut lebih kuat.

𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑 𝐒𝐇𝐈𝐓 [𝐌]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang