LIW | 11

68 10 1
                                    

Hari ini Maura mengambil hari liburnya untuk beberapa hari ke depan. Maura sendiri masih belum yakin berapa lama waktu yang harus ia habiskan untuk libur dadakannya ini. Ia ingin istirahat sejenak dari pekerjaan yang tidak ada habisnya sekaligus menjauhkan diri dari Devan yang masih terus mengganggunya. Ya, pada akhirnya, ia melarikan diri juga. Mau bagaimana lagi? Rasanya Maura akan gila jika terus berada di Jakarta. Istilahnya, saat ini ia tengah self healing.

Karena ia terlalu muak dengan hiruk pikuk dunia perkotaan, Maura memutuskan untuk liburan di daerah pedesaan yang cukup jauh dari ibu kota. Lembang jadi destinasi Maura saat ini. Rencana 'kabur' hari ini bisa dibilang mendadak karena ia pergi tanpa banyak persiapan. Barang bawaan seadanya dan masih belum ada tempat lain yang akan ia tuju selain tempat penginapan.

Butuh waktu tiga jam bagi Maura untuk sampai ke penginapan yang telah ia booking pagi tadi. Penginapan ini berada di atas bukit, di hamparan rumput yang terletak di sela pepohonan pinus dengan udara yang masih sejuk dan terdapat di kaki Gunung Tangkuban Perahu. Penginapan ini menawarkan atmosfer rumah pedesaan dengan interior dan eksterior yang terbuat dari kayu sehingga dapat selaras dengan keadaan alam di sekitar. Bisa dibilang, penginapan ini sangat cocok bagi Maura yang tengah mencari ketenangan. 

Maura membawa masuk koper kecilnya ke dalam salah satu pondok yang telah disewanya. Ia abaikan sejenak barang bawaannya dan melangkah menuju balkon. Pondok ini berbentuk rumah panggung yang sejenak mengingatkannya pada desain rumah zaman dahulu, hanya saja yang ini terlihat lebih modern dan berkelas dengan pilihan kayunya yang tidak main-main.

Entah karena hari ini bukan hari libur atau bagaimana, tapi suasana tempat penginapan yang sepi membuat Maura merasa lebih tenang. Itu hal yang bagus. Self healing-nya akan lebih berhasil jika suasananya mendukung, seperti saat ini.

Masih sambil berdiri di balkon, ia membaca sekilas brosur yang ia ambil di pusat informasi barusan. Isi brosur itu menawarkan paket liburan yang ditawarkan oleh penginapan dan mungkin bisa jadi rencana healing Maura esok hari karena saat ini ia lebih membutuh makan malam daripada rekreasi.

Tanpa membuang banyak waktu, Maura keluar dari pondoknya untuk menuju ke Saung Lesehan; rumah makan pondok terbuka yang bangunannya menyerupai saung di persawahan. Lantai di saungnya menggunakan kayu berpagar setinggi betis dan beratapkan rumbia yang lokasinya diapit bukit hutan pinus sehingga suasananya pun cenderung asri. Menawarkan paket makanan khas Sunda yang tidak jauh-jauh dari nasi timbel dengan aneka lauk dan lalapan, Maura mengunyah makan malamnya dengan lahap.

Sekilas, ia menatap brosur yang ia bawa dan mulai memilah aktivitas yang akan ia lakukan esok hari. Maura menyesap es jeruknya dengan perlahan sambil menikmati rasa dingin yang mengalir di tenggorokannya, ia rasa acaranya esok hari akan terasa melelahkan.

***

Di tempat lain, Devan sibuk mengetuk-ngetukkan jari jemarinya di atas meja kerjanya; menimbulkan suara berisik hingga membuat rekan kerjanya yang lain merasa geram. Devan baru bisa berhenti saat ditegur dengan cara yang kejam oleh seniornya.

Sedari tadi, ia tak dapat mengalihkan pandangannya dari ruangan kerja di hadapannya yang terasa familiar sejak akhir-akhir ini. Ruang kerja yang sejak tadi pagi hingga memasuki jam makan siang ini terlihat kosong melompong.

Devan merasa gusar. Ia kecolongan. 

Niat ingin terus mengamatinya dua empat per tujuh, namun ia sendiri malah kehilangan jejaknya kurang dari dua puluh empat jam. Betapa memalukannya.

Ia melirik ponselnya sejenak. Anak buahnya itu akan selalu menghubunginya apabila ada pergerakan mencurigakan dari musuh, namun sampai saat ini tidak ada satu pesan yang masuk. 

Lover In War | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang