Why can't love be fair?
Why can't we feel the same way?
We misunderstand and get tired
We try to understand and then you get far away
Why can't love be fair?(GSoul & Ben - Can Love Be Fair)
- - - - - - - - -
Maura diculik!
Dengan langkah gontai dan kepala yang menunduk sedih, tangan Maura ditarik cukup erat sambil diseret paksa. Maura bukannya pasrah saat tiba-tiba ditarik oleh seorang pria jangkung bertopi hitam dengan pakaian koyak, melainkan ia tak punya kesempatan untuk memberontak. Ia sudah berusaha berteriak, meminta pertolongan orang-orang di sekitar namun mulutnya dibekap dan orang-orang yang melihat aksi penculikan itu sama sekali tak membantu. Mereka hanya memperhatikan Maura dari jauh dengan raut wajah ketakutan.
Baru saat mereka dihadang bagian keamanan, penculik itu mengeluarkan sesuatu dari balik pakaian koyaknya itu sebelum menyembunyikannya kembali dibalik baju. Meski hanya terlihat sekilas, Maura mengenali kartu identitas itu. "Kak Joe?" gumamnya pelan.
"Shhtt!" desis Kak Joe kemudian. Meski kesal, namun balasannya itu mampu membuat Maura merasa aman. Lagipula, untuk apa susah-susah menculik? Dan lihat pakaiannya yang compang-camping itu!
Pada akhirnya, Maura dengan senang hati mengikuti langkah kaki Jonathan hingga masuk ke dalam mobil Fortunernya. Ternyata, bukan hanya mereka berdua yang ada disana, melainkan ada dua sosok lainnya yang tak Maura kenali.
"Halo!" sapa seorang pria yang merangkap sebagai supir pada Maura. Kacamata hitamnya bertengger di pangkal hidungnya. "Bram," lanjutnya lagi memperkenalkan diri. Seorang wanita yang duduk di sebelahnya ikut berbalik. Maura sempat tercekat begitu melihat wajah babak belurnya. "Saya Rhea, anak buah Devan juga."
"Tunggu, tunggu!" seru Maura merasa tak paham dengan situasi yang tengah ia alami kini.
"Jalan aja dulu!" titah Jonathan pada Bram yang segera dilaksanakan. Setelah mobil berjalan, baru Jonathan memberikan adik perempuan satu-satunya itu pengertian sambil mengorek isi tas yang ada di bawah kakinya; mencari baju atasan yang lebih layak. Rhea nampak salah tingkah saat Jonathan membuka baju compang-campingnya itu hingga memutuskan untuk mengalihkan pandangannya tepat ke jalanan yang ada di depannya. Maura mendengarkan penjelasan sang kakak dengan saksama.
"Jadi, kakak sama Devan udah saling kenal? Maksudnya, kakak tau dia polisi dan dia juga tau kalo kakak polisi juga? Dan kalian sepakat untuk kerjasama menumpas penyebaran obat-obat terlarang yang markasnya ternyata ada di ruko seberang tokoku dan kejadian tadi itu masuk ke kejadian luar biasa? Dan kakak juga sempet ditawan disana? Itulah kenapa kakak bonyok-bonyok gini?" rangkum Maura setelah mendengarkan penjelasan dari Jonathan. Jonathan menaikkan sebelah bahunya acuh, "Yaa, singkatnya begitu."
"Jadi waktu kalian ketemuan di Lembang itu..."
"Belum. Waktu itu kakak pure mikir kalau dia... Kamu tau, lah! Jenis manusia yang sama kayak di masa lalu kamu. Itu juga yang buat kakak nentang hubungan kalian."
"Jadi setelah sekarang kakak tau semuanya, kakak ga akan nentang hubungan kita. Gitu?"
Ragu-ragu, Jonathan menjawab, "Mung..kin?"
Maura memutar kedua bola matanya jengah dan segera menghentikan pembicaraan omong kosong mereka. "Jadi sekarang, kita mau ke mana?"
Bukan Jonathan yang menjawab pertanyaan Maura, melainkan sang supir; Bram, yang memberikannya jawaban. "Ke tempat yang aman."
***
Mobil Fortuner kakaknya berhenti di salah satu bangunan tinggi yang tak Maura kenali di pinggiran kota. "Pergi bawa motor, balik bawa mobil, Bram?" sindir seseorang yang berjaga di pintu masuk pada Bram. Bram membalasnya singkat sambil menunjuk ke arah orang-orang yang berada dibalik punggungnya, "Bawa kargo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lover In War | ✔
Genç Kız Edebiyatı[ Seri ketiga dari Marriage In Rush ] 𝐜𝐡𝐢𝐜𝐤𝐥𝐢𝐭 - 𝐫𝐨𝐦𝐚𝐧𝐜𝐞 - 𝐰𝐢𝐭𝐡 𝐚 𝐬𝐥𝐢𝐠𝐡𝐭𝐥𝐲 𝐚𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 *** Menjadi owner online shop produk kecantikan bukanlah pekerjaan yang mudah. Dan mencari pasangan untuk diajak menikah juga hal yan...