LIW | 34

74 6 3
                                    

Joe menatap Bram yang duduk di kursi kemudi penuh empati. Dilihatnya kondisi Bram yang cukup menyedihkan. Kedua tangannya memegang erat stir dengan pandangan lurus penuh kekhawatiran.

Jonathan tahu pasti perasaan yang tengah Bram hadapi. Saat ini ia tengah khawatir tidak dapat pulang dengan selamat dan meninggalkan tunangannya serta rencana pernikahan mereka begitu saja. Bram takut rencana yang telah ia rancang baik-baik harus pupus dengan kenyataan dirinya yang tak lagi berada di dunia ini. Jadi, Jonathan berusaha menghilangkan perasaan khawatir itu.

"Ini bukan misi pertama kita. Kita akan pulang dengan selamat, Bram."

Tapi nampaknya kata-kata hanyalah sekadar kata-kata. Ucapan Joe ternyata sama sekali tak menghapuskan kekhawatiran Bram. Jadi, Jonathan mengekspresikan rasa empatinya lewat tepukan ringan di bahu Bram sebagai tanda penyemangat. Setelahnya, ia keluar dari mobil lengkap dengan perlengkapan 'perang'nya. Rompi anti peluru telah melekat di badan serta senjata api yang berada dalam genggamannya. Tak lama kemudian, Bram bergerak menyusul Joe setelah menarik napasnya dalam-dalam. Dalam hati ia mencoba untuk mempercayai kata-kata Joe. Mereka akan pulang dengan selamat.

***

Suara tembakan terdengar di setiap penjuru diiringi rintihan beberapa orang, entah itu kawan atau lawan. Ditambah lagi suara baku hantam yang tak henti semenjak Joe dan Bram memasuki gudang kosong yang merupakan markas lawan.

Joe berjalan mengendap-endap diikuti oleh Bram di belakangnya. Ia berusaha keras memastikan jalan yang mereka lalui bersih dan tak menarik perhatian lawan. Sesuai dengan rencana mereka semasa briefing kemarin, tugas dirinya dan Bram adalah mencari otak utama mafia pengedar narkoba jenis baru di kawasan Asia.

Namun belum saja mereka menemukan sang mafia, mereka telah dihadang oleh sekelompok yakuza. Sinar bulan yang terpancar melewati ventilasi kecil di atas jendela memperjelas siluet tubuh mereka yang kekar dilengkapi dengan tato naga berwarna merah darah yang menyembul dibalik pakaian mereka, sudah jelas bahwa itu adalah kaki tangan sang pelaku utama.

Dengan gesit, Joe memberikan pukulan jarak pendek ke arah seorang yakuza yang berdiri di hadapan Joe. Namun sayangnya, sang yakuza itu dapat membaca gerakan Joe dan berhasil menghindar sambil melontarkan pukulan balasan. Joe tak sempat berkelit namun ia terus mencoba melakukan serangan balik.

Bram yang berdiri tak jauh di belakangnya pun ikut terjun dalam serangan sekelompok yakuza itu. Keduanya, baik Bram dan Jonathan, bertanding sekuat tenaga. Mereka memukul, menendang, menyikut serta menembak untuk membekuk para yakuza itu dalam rentang waktu yang cukup lama karena jumlah mereka yang tak sepadan. Lima orang yakuza nampak terkapar di bawah kaki Bram dengan bercampur darah yang menyelimuti seluruh tubuhnya.

Bram tengah mengusap ujung bibirnya yang terasa asin karena darah saat yakuza lainnya berusaha menyerang Bram yang tengah lengah. Bram terjatuh cukup keras akibat tendangan dari samping. Ia berusaha bangkit namun yakuza itu terus menghujani Bram dengan tendangan hingga Bram memutuskan untuk tetap dalam posisi bertahan. Tubuhnya meringkuk sambil menempatkan kedua lengan di depan wajah. Saat tendangan dari yakuza itu terasa melemah, dengan sekuat tenaga Bram menarik kakinya hingga ia ikut terjatuh bersama Bram yang telah menggelinding ke sisi yang satunya. Bram segera bangkit saat yakuza itu mengerang kesakitan. Ia menarik salah satu kursi kayu yang ada di sana dan segera melemparkan kursi itu tepat ke kepalanya saat sang yakuza bangkit dari posisinya hingga kembali terjatuh dan pingsan.

Dilihatnya Joe yang tengah kewalahan melawan musuhnya yang lebih banyak daripada yang Bram hadapi. Ia lantas meraih pistol Colt M1911 dari balik saku jaketnya dan menembakkan peluru itu ke arah yakuza lain yang tengah menyerang Joe dari jarak tempatnya berdiri.

Lover In War | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang