EPILOG

163 5 8
                                    

Di salah satu hotel bintang 5 di bilangan Jakarta, semua orang nampak sibuk dengan urusannya masing-masing; termasuk tim Wedding Organizer serta para kerabat Maura dan Devan. Kedua mempelai yang tengah bersiap-siap pun terlihat tak dapat menghindari rasa senang berlebihan yang secara perlahan menimbulkan kegugupan dalam diri masing-masing. 

Pintu kamar hotel yang didiami Maura itu seketika terketuk dan menampilkan Anneth dengan sebuket bunga di tangan. Ia berjalan di sisi kiri ruangan dengan hati-hati, takut mengganggu Maura yang kini tengah dirias oleh tim make-up artist. Maura melirikkan matanya ke arah Anneth dan berkata, "Yang lain gimana, Neth?"

"Aman," jawab Anneth simpel sambil merapikan sedikit buket bunga yang ada di tangannya. "Laura lagi nemenin keluarga lo ngobrol di kamar sebelah, Agni sama Ferli dah ke gereja duluan, ngecek keadaan disana, terus Tintan lagi nengok tim katering, gue sendiri abis ambil bunga lo dan lagi gabut sekarang. Jadi gue kesini, deh. Sekalian nemenin lo."

"Calon laki gue gimana?" tanya Maura kemudian. 

Anneth memutar kedua bola matanya saat menyadari bahwa pertanyaan Maura sebelumnya hanya basa-basi semata. "Gue gak ngintipin calon lo. Tapi kayaknya si lagi kenalan sama laki gue bareng sama lakinya Laura di kamarnya."

Maura menganggukkan kepalanya sekali sebelum pintu kamarnya kembali diketuk. Anneth mengintip keluar dan menemukan Devan berdiri di depan pintu kamar dengan setelan jas hitamnya. Tanpa sadar, Anneth melirik jam tangannya dan menyadari bahwa ini sudah waktunya. 

Ia lantas membalikkan tubuh, kembali menghadap Maura yang kini telah siap dengan penampilannya dan tersenyum cerah. "It's your wedding time!"

***

Kedua mempelai yang berbahagia itu berjalan perlahan melewati wedding aisle diiringi alunan piano yang memutarkan lagu You're Still The One milik Shania Twain dengan suasana khidmat dan penuh cinta. Hingga langkah keduanya terhenti di hadapan sang pendeta. Acara dibuka oleh nasihat-nasihat pernikahan dari pendeta yang ditutup dengan sabda Tuhan, "Apa yang dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."

"Harapan kami semoga kalian saling mempercayai, saling melaksanakan kewajiban hidup perkawinan dan kini saya minta saudara berdua menyatakan niat di hadapan gereja. Devan Ardian Dirgantara da Maura Meyriska, sungguhkah kalian dengan hati bebas, dan tulus ikhlas hendak meresmikan perkawinan ini?"

"Ya, sungguh."

"Selama menjalani perkawinan nanti bersediakah kalian untuk saling mengasihi dan saling menghormati di sepanjang hidup kalian?"

"Ya, saya bersedia."

"Bersediakah saudara berdua dengan penuh kasih sayang menerima anak-anak yang dianugerahkan Allah kepada kalian dan mendidik mereka sesuai hukum kristus dan gerejanya?"

"Ya, saya bersedia."

"Maka untuk mengikrarkan perkawinan kudus ini, mohon hadirin untuk berdiri dan kedua mempelai saling berhadapan, saling berpegangan tangan, dan mengucapkan janji di hadapan Allah dan gereja."

Maura dan Devan mengikuti intruksi pendeta dengan baik. Keduanya saling berpegangan tangan dan melemparkan tatapan penuh rasa cinta. Keduanya terlihat siap untuk mengikrarkan janji sehidup semati mereka untuk selamanya.

"Saya, Devan Ardian Dirgantara, memilih engkau Maura Meyriska sebagai istri saya. Saya berjanji untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."

"Saya, Maura Meyriska, memilih engkau Devan Ardian Dirgantara sebagai suamu saya. Saya berjanji untuk setia, mengabdikan diri padamu, saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."

"Atas nama gereja Allah serta seluruh saksi yang hadir disini, saya menyatakan perkawinan yang telah diresmikan ini adalah perkawinan katolik yang sah. Semoga sakramen ini menjadi sumber kekuatan dan kebahagiaan bagi kalian berdua mulai saat ini. Yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan manusia."

Devan lantas menyematkan cincin pernikahan yang telah diberkati pada jari manis Maura begitupun sebaliknya. Dalam hening, Devan berbisik pelan, "I love you."

Maura membelai rahang Devan penuh kasih dan melirik sekilas pada alat dengar yang terpasang di telinga Devan sebelum balas berbisik, "I love you too."


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lover In War | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang