Diberi lampu hijau oleh temannya Maura yang tak dapat ditolak oleh Mauranya sendiri menjadi kesempatan emas bagi Devan. Ia jadi semakin gencar mendekati Maura dengan berbagai cara. Meski Maura tak merespon, tapi setidaknya Devan cukup puas karena Maura juga tak berusaha menjauhinya. Nampaknya seluruh kendali Maura ada pada Laura.
Sebenarnya Devan sudah menyimpan rasa penasarannya sejak lama perihal hubungan persahabatan yang nampaknya tak sehat itu. Namun, ia rasa ia tak punya hak untuk menanyakan hal-hal yang dirasanya terlalu pribadi. Lebih tepatnya, ia tak ingin ikut campur terlalu jauh. Jelas, Devan harus fokus pada misinya; ia tidak boleh keluar dari misi hanya karena rasa penasarannya yang tak begitu penting.
"Kamu mau terus diem di sana? Gak kerja?" tanya Maura kemudian saat ia merasa jengah dengan kehadiran Devan di kantornya.
"Kerjaan aku diambil semua sama Mbak Revi," jawab Devan singkat. Ia membetulkan sikap duduknya di atas sofa hingga terlihat lebih nyaman.
Sedari tadi, Maura mencoba menahan amarahnya melihat sikap Devan yang semakin menyebalkan sejak diberi lampu hijau oleh Laura. Sebenarnya, ia bisa saja mengabaikan semua ocehan Laura saat itu; menutup diri dan pergi menghindari Devan sejauh mungkin. Namun, itu terlalu membuang waktu dan tidak efektif. Lagipula, ia juga harus menerapkan keprofesinalitasannya. Mana mungkin ia terus-terusan menghindari karyawannya sendiri? Sedangkan ia sendiri tak bisa memecat Devan hanya karena dia ingin karena Maura tahu, Laura selalu mengawasi mereka berdua. Jadi ia membiarkan Devan berbuat semaunya hingga ia lelah sendiri dan menyerah.
"Biasanya kamu bantu staf lain kalo kerjaan kamu diambil alih. Gak gitu lagi?" tanya Maura lagi sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Omong-omong ... Udah berapa lama sewa ruko ini buat dijadiin toko?" jawab Devan balik bertanya; mencoba menghindari pertanyaan Maura. Maura mengernyitkan dahinya sekilas.
"Jadi, metode pdkt kamu udah berubah jadi kayak wartawan; nanya-nanya gini? Gak umbar-umbar pesona lagi?"
Devan menaikkan sebelah bahunya nampak acuh tak acuh. "Mungkin metodenya blended? Aku takut kamu gak kuat nahan pesona aku kalo aku kebanyakan 'ngumbar'. Jadi, kita rileks sedikit. Oke?"
Maura tertawa kecil mendengar alibi tak masuk akalnya Devan. Ia kembali memfokuskan diri pada komputer di hadapannya.
"Mm, kayaknya udah cukup lama. Sejak aku umur 21. Sekitar 4 tahun yang lalu?" jawab Maura agak skeptis.
Mendengar jawaban itu, Devan segera menganalisis dalam diamnya.
Kalau Maura membuka usahanya 4 tahun yang lalu, itu berarti komplotan yang tinggal di ruko seberang belum ada. Karena berdasarkan laporan yang ia terima, ruko itu mulai beroperasi; melancarkan aksinya--setahun setelah Maura membuka rukonya ini.
Meski begitu, Devan belum bisa menghapus keraguannya begitu saja. Masih ada beberapa hal lain yang harus ia pastikan kebenarannya.
"Jadi, bisa dibilang, kamu ini termasuk young entrepreneur, ya?"
"Yah, begitulah. Ada lagi yang mau kamu tau?" pancing Maura. Devan memiringkan kepalanya sejenak sebelum menjawab. "Banyak, tapi pelan-pelan aja. Gimana kalau kamu tanya-tanya juga soal aku? Kamu harus kenal calon kamu lebih jauh selain statusnya sebagai 'karyawan kamu', 'kan?"
Maura menatap Devan sekilas sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Sorry, tapi aku gak tertarik. Sama sekali."
Devan meletakkan kedua tangannya di atas dada sambil mengeluarkan ekspresi kesakitannya. "How rude!"
Namun Maura tak mengacuhkan tindakan Devan yang kekanakan itu. Devan juga tak peduli dengan responnya Maura. Jadi ia melanjutkan ocehannya.
"Nama lengkap aku Devan Ardian Dirgantara. Usia 29 dan akan bertambah terus setiap tanggal 5 bulan Mei di tiap tahunnya. Tinggi badan terakhir sekitar ... 185 senti--itu berdasarkan pengukuran tahun lalu dan karena masa pertumbuhanku udah berhenti, jadi aku yakin tingginya masih sama. Hobinya olahraga; renang, basket, futsal, apapun itu. Yah, bisa dibilang aku ini menguasai hampir seluruh olahraga permainan dan pastinya cukup atletis." Devan mengedipkan sebelah matanya, genit. "Any question?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Lover In War | ✔
ChickLit[ Seri ketiga dari Marriage In Rush ] 𝐜𝐡𝐢𝐜𝐤𝐥𝐢𝐭 - 𝐫𝐨𝐦𝐚𝐧𝐜𝐞 - 𝐰𝐢𝐭𝐡 𝐚 𝐬𝐥𝐢𝐠𝐡𝐭𝐥𝐲 𝐚𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 *** Menjadi owner online shop produk kecantikan bukanlah pekerjaan yang mudah. Dan mencari pasangan untuk diajak menikah juga hal yan...