LIW | 16

74 12 4
                                    

Maura malu mengakui ini, tapi ia cukup berterima kasih pada Devan yang sudah mengajaknya jalan-jalan. Biarpun tempatnya lebih cocok didatangi bersama keluarga bahagia, tapi setidaknya Devan sudah berniat baik dengan tidak membiarkan Maura berdiam di pondok untuk seharian penuh.

Keduanya kini tengah berdiri tegak di depan pintu pondok Maura tanpa mengucap sepatah kata pun. Meski begitu, nampaknya kesunyian yang tercipta itu tak membuat keduanya merasa keberatan.

Saking heningnya, rasa-rasanya mereka dapat mendengar suara detakan jarum jam dari jam tangan yang dipakai Devan; menampilkan waktu yang telah menunjukkan pukul tiga sore. Betapa cepatnya waktu berlalu.

"Makasih."

Pada akhirnya, Maura membuka suaranya terlebih dulu. Devan menganggukkan kepalanya sekali. "Nope. Hope you enjoy this trip."

"Not really, actually. Aku masih merasa sedikit terganggu ngeliat banyaknya mainan anak-anak di sana, tapi seenggaknya you're trying your best to make me happy dan gak ngebiarin diriku terjebak di pondok seharian penuh."

Devan tak membalas apapun lagi hingga ia teringat satu hal. "Dinner?"

Maura mengernyitkan dahi. Devan kembali melanjutkan ucapannya. "Aku jemput kamu buat dinner bareng jam tujuh nanti. Deal?"

Maura tersenyum tipis. "Deal or not deal, you will take me out tonight."

Devan mengedipkan sebelah matanya; genit. "That's right, honey. See you tonight!"

Dan Maura baru memasuki pondok setelah melihat punggung Devan yang berjalan menjauh; kembali ke pondoknya sendiri.

***

Memasuki pondok, Devan segera merogoh kantung celana jinsnya dan menghubungi anak buahnya saat itu juga. Tadi sewaktu masih di De Ranch, ia melihat Jay yang terus-terusan memanggilnya. Namun karena ponselnya sengaja ia biarkan dalam mode senyap dan waktu yang sempit, ia belum sempat menghubunginya kembali.

Seperti sudah menunggu komandannya menghubungi balik, panggilan dari Devan segera diangkat pada dering ketiga.

"Lapor, Komandan!" seru Jay di seberang sana. "Saya dan Rhea melacak adanya aktivitas mencurigakan dari target kita."

"Lanjutkan," balas Devan kemudian. Ia mendengarkan laporan dari bawahannya dengan saksama.

"Kami menerima sinyal GPS dari salah satu mobil target dan mobil itu tengah mengarah ke Lembang, Komandan."

"Lembang? Di mana tepatnya?" tanya Devan penasaran. "Saya tidak yakin, tapi kalau melihat darisini, lokasi mereka dekat dengan lokasi komandan saat ini. Untuk lebih jelasnya, akan saya kirim koordinatnya sekarang."

Panggilan itu diputuskan Devan begitu saja dan tak lama setelahnya, ponsel Devan menerima pesan masuk berisi koordinat yang dimaksudkan Jay sebelumnya. Bertepatan dengan itu, salah satu alat penyadapnya yang ia simpan di atas meja mengeluarkan suara. Maura.

"Apa? Kakak mau ke mana? Nyusul aku? Ke Sini? Lembang? Biar apa?"

Devan memicingkan kedua mata. Ia melangkah mendekati alat itu, terduduk di atas kasur sambil menyimak percakapan yang terjadi antara Maura dengan lawan bicaranya yang ia ketahui kakaknya itu.

"Jangan gila! Aku tau alasan kakak ke sini bukan cuma kangen doang. Any problems?"

Lover In War | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang