LIW | 15

70 12 2
                                    

ılı.lıllılıı.ıllı

↳ currently playing ;;

[canyon moon] - [harry styles]

0:56 ——•———————— 3:26

↺ << ll >> ⋮≡

ᴠᴏʟᴜᴍᴇ: ————•

***

Keduanya sampai di tujuan dengan selamat meski harus menghabiskan waktu hampir setengah jam di perjalanan karena kecepatan motor Devan yang bergerak secara konstan. Saat Maura intip tadi, spedometernya menunjukkan angka di bawah 60 km/jam. Maura merasa sedikit tersentuh akan perhatian Devan yang peduli akan dirinya--Maura tahu Devan takut ia kedinginan di perjalanan, tapi Maura jadi kesal juga karena Devan terlalu menghabiskan banyak waktu di jalan. Maura jadi curiga kalau Devan sekalian modus juga.

Tanpa banyak membuang waktu, Maura menyeret Devan keluar-masuk toko pakaian untuk mencari pakaian yang cocok. Tapi sayang, Devan terlalu tampan--Maura akui itu. Ia selalu tampak sempurna di setiap pakaian yang Maura pilih. Tidak mungkin 'kan kalau ia harus membeli seluruh set pakaian yang dijual di sini?

Devan juga terlihat pasrah-pasrah saja ditarik kesana-kemari oleh Maura seolah kerbau yang dicucuk hidungnya. Ia lelah, tapi entah mengapa ia tak ingin merusak momen ini. Tiba-tiba saja ia senang melihat Maura berseru kegirangan saat melihat deretan baju-baju yang dirasa cocok untuknya.

Maura baru dapat berhenti dari aktivitas 'gila'nya setelah ia sadar bahwa matahari telah semakin meninggi. Dengan berat hati, Maura mengakhiri kesenangannya 'merias' Devan. Pada akhirnya, Maura membeli lima setel pakaian untuk Devan. Yah, hitungannya tentu ia masukkan ke dalam kasbon milik Devan. Maura sendiri tak yakin Devan akan mendapatkan upahnya bulan depan. Ia sendiri tak peduli. Suruh siapa susah payah mengikutinya kesini?

Devan terus menempel di belakang Maura hingga mereka mengantri di kasir. Namun seketika, Devan berbalik. Maura yang melihat itu mencegat Devan dengan menarik sebelah tangannya. "Mau kemana?"

Devan meringis pelan mendengar pertanyaan Maura. Dengan perlahan, ia mendekatkan wajahnya ke telinga Maura dan berbisik. "Dalemannya."

Mendengar itu, Maura segera mendorong Devan jauh-jauh sambil mengernyit jijik. "Ya udah, sana! Khusus yang itu, bayar sendiri! Kalo ini udah beres, aku tunggu di depan."

Devan menganggukkan kepala sekali dan segera menjauh dari kasir. Ia kembali ke tempat tumpukan-tumpukan baju dalam khusus pria berada.

***

Saat ini mereka tengah duduk diam di teras depan pondok Maura dengan penampilan keduanya yang telah berubah. Maura dengan pakaian 'jalan-jalannya' dan Devan dengan pakaian yang telah dibelikan Maura sebelumnya. Devan terlihat menikmati suasana di sekitarnya. Berbanding terbalik dengan Maura yang nampak menghela napas beratnya berulang kali.

Karena tadi terlalu asyik berbelanja, dengan penuh rasa kecewa, Maura tak dapat mengikuti paket jalan-jalan yang disediakan. Mau tidak mau, ia harus menunggu hingga besok pagi untuk bisa mengikuti salah satu paket perjalanan yang tersedia.

Devan tak merasa kecewa ataupun rugi. Pada dasarnya, ia memang tak merasakan perasaan apapun karena tujuannya ke Lembang hanya untuk menyusul Maura. Lain halnya dengan apa yang Maura rasa.

Maura kesal. Ia ingin marah, tapi ia sadar bahwa dirinya sendirilah yang terlalu banyak membuang waktu di pasar tadi. Jadi dengan terpaksa, ia menelan rasa kesalnya bulat-bulat.

Lover In War | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang