Maura mematut diri di depan cermin sambil merapikan rambutnya yang masih awut-awutan.
Dengan setelan olahraganya, Maura berniat untuk jalan-jalan kecil di sekitar penginapan. Udara yang sejuk--cenderung dingin--semakin membuatnya bersemangat.
Selesai dengan penampilannya, Maura memasukkan ponsel dan dompetnya ke dalam saku dan berjalan keluar. Selesai mengunci pintu, Maura dikejutkan oleh kehadiran pria-yang-ia-hindari di dekat pintu.
Dilihatnya Devan yang tengah bersandar di samping pintu sambil menggenggam cup plastik berisi bubur kacang hijau masih dengan setelan bajunya yang semalam.
"Mau?" tawarnya tak tahu malu.
Maura tak mengacuhkannya. Ia memilih untuk segera menyingkir dari sana untuk melanjutkan niatnya, jalan-jalan.
Devan tak tersinggung dengan sikap Maura yang sesuai tebakannya itu. Ia malah berjalan mengekori Maura.
"Aku udah suruh kamu untuk pergi dari sini semalem. Aku juga minta kamu untuk gak nunjukin wajah kamu lagi, di sini."
"Buburnya enak! Kalo mau jalan-jalan, harus isi perut dulu. Di sini dingin, jadi gampang laper," balas Devan tidak nyambung sambil mengunyah bubur kacang hijaunya. Jelas sekali kalau ia menghindari topik Maura.
Maura berdecak kesal. Ia mempercepat langkahnya demi bisa berjauhan dari Devan. Namun Devan dapat mengejar ketertinggalannya dengan cepat karena bantuan kaki-kakinya yang jenjang. Kenyataan itu semakin membuat Maura kesal.
Ia menghentikan langkahnya secara tiba-tiba dan memutar tubuhnya menghadap Devan.
Belum juga ia menyemburkan rasa kesalnya, Devan sudah memotongnya lebih dulu dengan menyodorkan gelas bubur kacang hijaunya. "Mau?"
Maura menatap Devan dengan tatapan aneh. Baru kali ini ia bertemu orang ajaib seperti Devan yang begitu keras kepala. Sejak awal, ia terus saja membahas soal bubur kacangnya itu yang sudah tak berasap lagi.
"Kalo aku ambil bubur kacang ini, kamu bakal pergi, 'kan?"
Devan menggedikkan sebelah bahu. "Try it!"
Jawaban dari Devan entah mengapa membuat Maura malas untuk sekadar mencobanya. Ia membalikkan badannya kembali dan melangkah menjauh.
Devan terkesiap. Dengan sigap, ia meraih pergelangan tangan Maura. Mencoba menghentikan langkahnya. Lantas, diberikannya gelas plastik berisi bubur kacangnya itu pada Maura.
"Buat kamu aja. Aku udah kenyang," ucap Devan saat Maura mengarahkan tatapan bertanya padanya.
"Kamu pikir aku tempat sampah apa?" seru Maura kesal.
"Seenggaknya tempat sampah yang ini gak bikin makanannya mubazir. Lagian, aku udah abis satu gelas."
"Ini yang kedua?" tanya Maura yang dijawab oleh gedikan bahu Devan.
Mereka melanjutkan perjalanan, namun Maura nampak tak tertarik untuk memakan bubur kacangnya. Ia hanya sekadar menggenggamnya saja.
Tentu, itu membuat Devan berdecak lidah. Gemas, ia menarik sendok plastik di dalam gelas dan menyuapkannya pada Maura. Maura menutup kedua bibirnya rapat-rapat; tak mengizinkan Devan menyuapkan bubur kacang itu.
Devan yang kehabisan kesabaran mengapit kedua pipi Maura hingga mulutnya terbuka. Segera, ia memasukkan sendok plastik itu ke dalam mulutnya. Kemudian, ia melepaskan pegangan di kedua pipi Maura agar dapat mengunyah dengan baik.
"Gimana? Enak?" tanya Devan kemudian. Maura tak menjawab, rupanya ia masih kesal pada Devan. Devan melanjutkan celotehannya.
"Jalan-jalan pagi dan bubur kacang ijo di tempat dingin kayak sekarang ini sedikit mengingatkan aku sama kenangan jaman PERJUSAMI dulu. Kenangan waktu SMA dulu. Ya, 'kan?"
![](https://img.wattpad.com/cover/249718770-288-k154987.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lover In War | ✔
ChickLit[ Seri ketiga dari Marriage In Rush ] 𝐜𝐡𝐢𝐜𝐤𝐥𝐢𝐭 - 𝐫𝐨𝐦𝐚𝐧𝐜𝐞 - 𝐰𝐢𝐭𝐡 𝐚 𝐬𝐥𝐢𝐠𝐡𝐭𝐥𝐲 𝐚𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 *** Menjadi owner online shop produk kecantikan bukanlah pekerjaan yang mudah. Dan mencari pasangan untuk diajak menikah juga hal yan...